Alkisah, di akhirat seorang malaikat membuat pengumuman lelang proyek pintu gerbang menuju surga yang hendak dipugar. Tiga orang penghuni akhirat yang saat hidupnya adalah pimpro menyambut antusias dengan mengajukan penawaran masing-masing.
Pimpro pertama, penawar terendah, berasal dari Jepang.
“Berapa harga yang kau tawarkan…,†seru malaikat.
“Hanya 300 dolar. 100 dolar untuk membeli bahan, 100 dolar untuk buruh, 100 dolar lagi keuntungan saya,†katanya.
Pimpro kedua dari Amerika, memberi penawaran sedikit lebih tinggi.
“Untuk kualitas yang lebih baik saya pasang harga 600 dolar. Rinciannya, 200 dolar untuk membeli bahan, 200 dolar untuk buruh dan 200 dolar keuntungan saya.â€
Malaikat mengangguk dan mempersilakan pimpro ketiga, yang kebetulan dari Indonesia mengajukan penawaran.
Dengan super pe-de pria berkepala botak yang saat hidupnya kenyang mengerjakan proyek-proyek pemerintah ini bilang; “Tawaran saya 5300 dolar.â€
Malaikat terkejut bukan kepalang. Belum sempat bertanya bagaimana rinciannya, pimpro dari Indonesia itu langsung mendekat dan berbisik. “Tenang saja. Buat Anda 2500 dolar, buat saya 2500 dolar, sisanya biar si Jepang yang kerjakan.â€
Cerita itu tentu saja lelucon 100 persen. Anda boleh tertawa, boleh juga marah karena akhirat dibawa-bawa. Tapi, itulah yang saya baca di sebuah situs humor berbahasa Inggris beberapa hari lalu. Indonesia dalam banyak cerita humor bikinan luar memang selalu tersudut sebagai negara yang korup dan penuh orang-orang jahat atau bodoh.Kita bisa marah dengan lelucon itu. Tapi tidakkah kita semua tahu, banyak proyek pembangunan di republik ini memang dibangun dengan latar belakang kongkalikong seperti itu. Banyak uang yang terhambur tidak untuk kualitas proyeknya, melainkan untuk dana taktis kiri-kanan-muka-belakang.
Bahwa sampai hari ini negeri kita yang oleh para penulis sejarah disebut sebagai “gemah ripah loh jinawi†masih menempati urutan teratas negara terkorup di dunia, itulah kenyataannya. Kita bisa membantah hanya dalam hati. Nggak bisa protes lebih keras karena rangking seperti itu disusun lewat proses ilmiah dan penelitian yang tidak sedikit.
Mungkin karena republik ini sangat kaya. Banyak lumbung harta yang terpendam sejak dari permukaan tanah hingga di lapisan paling dalam. Banyak sumber kekayaan yang untuk mendapatkannya tak perlu tubuh berpeluh atau memeras otak. Sebab kenyataannya banyak orang bodoh yang bisa kaya.
Ini negeri yang paling menggiurkan. Bukan sekadar kesempatan korupsi terbuka lebar, tetapi juga terlalu banyak celah untuk bebas dari jerat hukum bila sewaktu-waktu terbongkar.
Makanya kalau ada pejabat miskin –padahal sangat jelas kedudukan membuatnya berkesempatan menjadi kaya– ia tidak saja disebut bodoh oleh keluarga dan orang-orang dekatnya, tetapi juga menjadi sulit mendapat jabatan yang lebih tinggi. Pejabat miskin bakal dibenci kawan-kawan pejabat lain – sekaligus menerima cap yang kurang enak; sok suci. Soalnya sekarang semakin banyak orang menganggap bahwa beda antara idealis dan bodoh sangat tipis.
Kalau Anda pejabat, adalah hak Anda untuk menjadi kaya, sederhana, atau miskin tanpa punya apa-apa. Yang rakyat minta barangkali cuma sebuah kejujuran. Jujur untuk mengakui ketika, misalnya, mobil mewah yang dipakai putera Anda berfoya-foya adalah pemberian sang Ayah. Jujur bahwa perhiasan yang menutupi hampir sekujur tubuh istri Anda adalah hasil kerja Anda sebagai pemegang amanah.
Arkian, seorang pejabat negara yang kaya-raya digulingkan oleh rakyatnya karena lalim dan sarat KKN. Dari anak hingga cucu si pejabat semua kebingungan, karena harta benda selama menjabat semuanya disita. Si cucu yang terkenal cukup pandai, minta kepada kakeknya sebuah foto yang besar. Setelah sekian lama, masa-masa sulit semakin menimpa mereka, karena nyaris tidak ada lagi harta yang bisa dimanfaatkan. Sementara tak seorang pun memiliki pengalaman bekerja.Di luar dugaan, sang cucu yang meminta foto kakeknya tadi ternyata tetap hidup mapan. Saudara-saudaranya yang lain heran dan bertanya; “kenapa kamu bisa tetap mapan?”
“Aku taruh itu foto kakek di pusat keramaian dan aku tarik ongkos untuk melempar bola, tiga bola seribu rupiah.”
1 thought on “Idealis atau Bodoh…”