Terbang langsung tanpa transit dari Balikpapan ke Singapura, dengan harga tiket lebih murah daripada rute domestik, inilah pilihan liburan ke luar negeri yang terhitung hemat bagi warga Kaltim saat ini.
JUMAT sore (8/9), gedung parkir Bandara Internasional SAMS Sepinggan Balikpapan penuh kendaraan. Area khusus parkir inap di lantai 1 pun telah terisi semua. Saya akhirnya mengarahkan mobil ke lantai 2 yang juga padat. Meninggalkan kendaraan saya di sana untuk tiga malam. Bukan ke Jakarta, Bali atau Surabaya. Kali ini bepergian ke luar negeri. Liburan tipis-tipis ke Singapura.
Pascapandemi Covid-19, Singapura memang secara masif telah membuka pintu-pintu kedatangan ke negara kota tersebut. Mengoperasikan kembali rute penerbangan langsung dari dan ke berbagai kota di seluruh dunia, termasuk kota-kota di Indonesia. Serta mempermudah pelancong dengan meniadakan syarat wajib swab test PCR maupun vaksin. Tahun 2022 lalu, saya sempat berkunjung ke Singapura, menggunakan feri penyeberangan via Batam.
Saat itu masih harus menunjukkan bukti sertifikat vaksin, atau hasil tes PCR negatif bagi yang belum divaksin. Saat ini, untuk datang ke Singapura, warga Indonesia cukup membawa paspor dan mengisi SG Arrival Card. Semacam formulir berisi sejumlah pertanyaan terkait profil dan data diri, yang dapat diisi secara daring di laman web resmi imigrasi Singapura. Dari Balikpapan, saya terbang menggunakan pesawat Scoot, maskapai bertarif rendah anak perusahaan Singapore Airlines yang berbasis di Singapura. Harga tiketnya murah meriah.
Saya dapat tiket dengan harga kurang dari Rp2 juta untuk pergi-pulang. Jauh di bawah tarif penerbangan rute domestik tujuan Surabaya, misalnya, yang pada tanggal yang sama, bisa mencapai Rp 1,6 juta sekali jalan. Sore itu, pesawat Scoot yang saya tumpangi penuh. Semua kursi terisi. Berangkat dari Bandara Sepinggan Balikpapan pukul 17.00 Wita, kami mendarat pukul 19.30 Wita di Terminal 1 Changi Airport. Disambut suasana ramai orang-orang yang hilir mudik dengan kesibukan dan tujuan masing-masing.
Di Singapura, bandara memang lebih terasa seperti mal atau pusat hiburan. Bukan sekadar terminal untuk bepergian. Apalagi Changi Airport kini menjadi salah satu destinasi wisata andalan Singapura. Para pelancong secara khusus menyediakan waktu untuk mengeksplorasi bandara yang di dalamnya terdapat sebuah wahana air terjun artifisial, dengan hutan tropis buatan, bernama Jewel. Posisi Jewel ini ada di sebelah area kedatangan Terminal 1 Bandara Changi, terhubung dengan jembatan ke Terminal 2 dan Terminal 3.
Terdiri dari 5 lantai di atas tanah dan 5 lantai di bawah tanah, Jewel yang beroperasi sejak 2019 memiliki total luas 135.700 meter persegi. Dilengkapi berbagai tenant kuliner, fashion dan hiburan, dengan atap kaca yang di tengahnya berbentuk dome terbalik. Menyerupai sebuah corong raksasa, air mengalir dan tumpah dari titik teratas Jewel membentuk sebuah air terjun. Kemudian diarahkan menuju bawah tanah mengelilingi area melingkar, yang di setiap sisinya dipenuhi pepohonan, membentuk mini forest, sebuah hutan buatan yang terasa segar di dalam gedung (indoor).
Area hutan buatan yang dinamai Shiseido Forest Valley itu disebut-sebut merupakan hutan buatan paling masif dan modern di dunia. Dengan pencahayaan sinar matahari alami dan memiliki air terjun sebagai pusatnya. Meski semuanya tampak artifisial, tempat ini ditumbuhi lebih dari 900 jenis pohon asli dan sekitar 60 ribu varietas tumbuhan semak yang benar-benar hidup. Wisatawan datang ke tempat ini bukan sekadar mampir sebelum terbang atau sesaat setelah tiba. Tetapi juga secara khusus menjadikannya daftar tempat yang harus dikunjungi di Singapura saat ini selain lokasi-lokasi yang selama ini sudah lebih dulu populer. Seperti Marlion Park, Universal Studio atau Gardens by The Bay.
Jewel menjadi seperti magnet. Membuat perjalanan melalui Bandara Changi, memberi pengalaman berbeda. Sebab, penumpang pesawat akan menyediakan lebih banyak waktu sebelum berangkat. Untuk sekadar foto-foto, atau menikmati suasana. Juga sebaliknya. Tidak buru-buru meninggalkan bandara ketika pertama kali datang di Singapura. Saya yang tiba di Terminal 1 saat langit sudah gelap, tak perlu jauh-jauh mendatangi Jewel. Papan petunjuk menuju wahana 24 jam tersebut terpampang besar di terminal kedatangan, tak jauh dari area pemeriksaan imigrasi.
Air terjun setinggi 40 meter yang menjadi episentrum Jewel, menyambut dengan sorotan lampu yang membiaskan cahaya berwarna-warni. Jalur sky train (kereta layang) menghubungkan Terminal 2 dan Terminal 3 Changi Airport melintas di sisi air terjun. Memberi pemandangan yang tampak futuristik. Seperti planet buatan di masa depan yang sering digambarkan dalam film-film Hollywood.
Demi menikmati tempat ini lebih lama, saya memutuskan mampir dulu ke sebuah restoran cepat saji yang berada di lantai 3 di sisi air terjun. Menyantap makan malam, sembari memandangi air yang tak berhenti mengalir. Membentuk lingkaran di tengah ruang besar berisi pepohonan rindang dan menyejukkan.
Jewel membuat saya bertahan cukup lama di Bandara Changi, meski hari semakin larut. Lebih kurang 2 jam di tengah hutan dan air terjun buatan di dalam gedung itu, sebelum akhirnya menuju stasiun MRT untuk pergi ke penginapan di tengah kota. Kurang ajar sekali memang perancang Jewel ini. Bisa membuat orang bertahan selama itu di bandara, bukan karena antre angkutan umum atau menunggu bagasi yang tertukar. (bersambung)