Proses menyewa mobil di Eropa sangat mudah. Biayanya pun relatif murah. Bahkan lebih murah dari umumnya biaya sewa mobil di Indonesia.
SAAT memutuskan bakal mengemudi sendiri untuk perjalanan selama di Eropa bersama istri, hal pertama yang saya lakukan tentu saja hunting jasa rental mobil. Pemesanan harus dilakukan di awal, supaya tidak repot lagi cari-cari rentalan pas sudah tiba di negara tujuan.
Diinternet ada banyak website yang menyediakan daftar harga sewa mobil, lengkap dengan perusahaan apa sebagai penyedia jasanya dan bagaimana perbandingan harga satu sama lain. Anda bisa googling dengan keyword “sewa mobil Eropa” atau “car hire Eropa”. Pasti ketemu. Jangan lupa baca dulu review konsumen-konsumen sebelumnya, untuk membantu menentukan perusahaan persewaan mana yang paling bagus dan terpercaya.
Karena hanya bepergian berdua istri, saya memilih menyewa mobil jenis compact car dari Hertz. Rekomendasinya kami dapatkan dari www.holidayautos.com karena website itu yang memberi pilihan paling variatif dan harga paling menarik. Merek mobil yang saya booking Ford Focus.
Harga sewa selama 9 hari = 191 euro. Lebih kurang Rp2,9 juta bila dirupiahkan (kurs 1 euro = Rp15.700). Kalau dibagi jadi rata-rata Rp330 ribuan per hari. Terhitung murah. Bahkan lebih murah dibandingkan biaya sewa mobil lepas kunci di Indonesia. Harga tersebut all in alias tidak ada tambahan biaya lain-lain lagi. Tentu kecuali BBM dan parkir yang memang harus bayar sendiri.
Di dalam biaya sewa tersebut sudah termasuk premi asuransi yang akan meng-cover risiko kerusakan karena kecelakaan, tanggungan pihak ketiga akibat kecelakaan, dan mobil hilang karena dicuri. Mobil bisa dipakai berkendara untuk jarak tak terbatas (unlimited mileage). Bebas dibawa sejauh apapun sepanjang masih di area yang diizinkan. Yakni ke hampir seluruh negara anggota Uni Eropa.
Terkait bahan bakar, aturannya full to full, atau penuh ke penuh. Artinya, penyewa akan menerima mobil dalam keadaan tangki BBM terisi penuh, dan wajib mengisi penuh lagi saat mobil dikembalikan. Bila tidak patuh dengan aturan ini, siap-siaplah terkena penalti dengan biaya denda yang tinggi.
Syarat dan ketentuan semacam ini harus dibaca secara teliti sebelum memutuskan menyewa mobil apa dan di mana. Sebab beda perusahaan beda peraturan. Beda jenis mobil beda juga ketentuannya. Misalnya, di Hertz untuk mobil-mobil jenis premium seperti Mercedez Benz dan BMW, jumlah negara yang dapat dilintasi sangat dibatasi. Melanggar batasan ini siap-siap terkena denda juga.
Pada hari pengambilan mobil, setiba di depan konter persewaan Hertz di Zurich, saya baru diinformasikan bahwa mobil Ford Focus sesuai pesanan saya ternyata tidak tersedia. Sudah habis disewa pelanggan lain. Oleh petugas Hertz kami diberi mobil pengganti yang kelasnya setara, merek Renault Captur. Mobil model hatchback ini masih baru, kinyis-kinyis. Kilometernya baru 17 ribuan. “Ini tidak kalah bagus dari Ford Focus. Anda pasti suka,” kata Erick, petugas di konter Hertz tersebut.
Proses administrasi berlangsung cepat. Tak sampai 15 menit. Setelah memeriksa bukti reservasi, memeriksa SIM (hanya SIM Indonesia, SIM internasional tidak diminta meskipun sudah saya siapkan) dan paspor, petugas konter langsung memberikan kunci mobil dan buku saku berisi panduan bila terjadi keadaan darurat di jalan.
“Ini kunci mobil Anda. Mobil ada di slot 77 gedung parkir P3. Dari pintu keluar tinggal jalan lurus saja, posisi mobilnya di ujung kiri. Selamat menikmati perjalanan,” kata Erick.
Kami tidak diantar oleh siapapun. Tidak diajak melihat dulu mobil yang bakal disewa. Dilepas begitu saja ke parkiran. Cari dan urus sendiri mobilnya. Bahkan tidak diajari bagaimana cara menghidupkan mobil yang menggunakan sistem smart key itu. Di mana letak ini-itu atau apa saja fungsi tombol-tombol di dashboard. Butuh waktu 20 menit bagi saya untuk mempelajari dulu seluk-beluk Renault Captur itu sebelum tancap gas. Mencari di mana posisi tangki BBM dan bagaimana cara membukanya, mana tombol power window, atau sekadar cara mengatur suhu dalam ruang kabin agar tetap hangat di musim dingin.
Hari itu saya tidak perlu membayar apa-apa lagi, karena biaya sewa sudah saya bayar penuh secara online saat booking. Namun pihak Hertz tetap meminta kartu kredit saya, untuk digesek ke mesin EDC. Petugas melakukan open card dana sejumlah 2000 euro sebagai jaminan apabila ada biaya lain yang harus ditanggung di luar biaya sewa. Maksudnya, dana di rekening kartu kredit saya ditahan sejumlah 2000 euro, sebagai jaminan.
Dengan sistem open card tersebut, pihak Hertz bisa membebankan biaya tambahan ke kartu kredit saya, misalnya bila selama masa sewa terjadi kerusakan akibat kelalaian yang tidak dicover asuransi. Atau untuk membayar denda tilang apabila dalam masa sewa ini saya ketahuan melanggar rambu lalulintas.
Di perusahaan jasa persewaan mobil baik di Eropa maupun Amerika memang selalu disebutkan agar penyewa memastikan limit kartu kreditnya cukup untuk dipakai transaksi dalam jumlah besar (terutama untuk jaminan). Sebab semua perusahaan persewaan mobil di Eropa tidak menerima pembayaran dan uang jaminan secara tunai atau kartu debit. Pembayaran hanya dengan kartu kredit, itupun harus kartu dengan nama yang sama dengan nama penyewa.
Sistem yang sudah saling terkoneksi di Eropa membuat tilang elektronik bisa dijalankan dengan maksimal. Jadi ketika seorang pengemudi melakukan pelanggaran, sistem akan mendeteksi mobil yang dikemudikan, kemudian mengirimkan notifikasi ke pemilik mobil. Kalau mobilnya sewaan seperti yang saya pakai, maka notifikasi akan dikirim ke sistemnya Hertz, sebagai perusahaan penyedia jasa sewa. Hertz yang kemudian menagih biaya tilang, dengan cara memotong langsung dari dana kartu kredit yang dijaminkan tadi.
Itu sebabnya urusan sewa-menyewa ini tidak langsung selesai setelah masa sewa berakhir. Ketika mobil dikembalikan, petugas Hertz kembali menginformasikan bahwa kartu kredit yang dijadikan jaminan masih tetap dalam status open card, sampai sepekan berikutnya. Status open card baru dibatalkan ketika dipastikan bahwa setelah sepekan tidak ada lagi biaya tambahan seperti denda tilang atau utang ongkos parkir dari penyewa.
Alhamdulillah, Jumat (22/11) lalu tepat sepekan setelah pengembalian mobil, saya mendapat konfirmasi bahwa tidak ada biaya tambahan apapun dari Hertz. Dana di kartu kredit saya aman, tidak dipotong biaya tambahan.
Padahal saya sendiri sempat khawatir setidaknya telah membuat 2 kali pelanggaran yang membuat saya berpeluang terkena tilang elektronik. Pertama, ketika di Zurich, saat baru beradaptasi dengan mobil setir kiri dan membiasakan mengemudi di lajur kanan. Saya sempat salah berbelok di pertigaan dan nyaris menabrak seorang pejalan kaki yang hendak menyeberang di zebra cross. Saya khawatir sekali peristiwa tersebut terekam CCTV dan terkoneksi ke Hertz sehingga saya harus membayar denda tilang.
Di Eropa, pejalan kaki adalah raja. Mereka pihak paling prioritas. Pengemudi kendaraan apapun harus mengurangi kecepatan di setiap jalur yang ada tanda zebra cross, kemudian wajib berhenti (meski tidak ada lampu merah) untuk memberi kesempatan pertama kepada pejalan kaki yang hendak menyeberang.
Dalam keadaan sedikit jetlag setelah penerbangan panjang 17 jam dari Jakarta ke Zurich transit Abu Dhabi, saya memang tidak istirahat dulu, langsung tancap gas mengemudi. Pertama-tama keliling Kota Zurich, putar-putar tanpa tujuan, sekaligus adaptasi mobil setir kiri dan membiasakan jalur mengemudi di sebelah kanan. Dalam masa adaptasi itulah peristiwa yang nyaris berujung celaka di zebra cross itu terjadi.
Proses beradaptasi ini tidak selalu mudah. Harus dibiasakan. Paling sering terjadi reflek tertukar posisi, misalnya antara tuas lampu sein yang di mobil-mobil Indonesia biasanya di sebelah kanan, berpindah ke kiri. Tertukar dengan tuas wiper atau pembersih kaca yang biasanya di sebelah kiri, kini di kanan.
Jadi di awal-awal mengemudikan Renault Captur, setiap mau pasang sein untuk berbelok selalu saja saya keliru jadi menyentuh tuas wiper. Padahal tidak sedang hujan dan kaca juga tidak kotor.
Untunglah pedal gas dan rem masih tetap seperti biasanya: dioperasikan menggunakan kaki kanan. Kebayang betapa repotnya kalau ikut ditukar juga ke kaki kiri hehe…
Kekhawatiran kedua terkait denda parkir. Untuk diketahui, aturan perparkiran di Eropa sangat ketat. Tak bisa sembarangan melipir di lahan kosong lalu parkir begitu saja. Slot parkir terutama di area wisata di perkotaan terbatas sekali, dengan tarif super mahal.
Dalam keadaan susah mencari parkir itulah, ketika di Amsterdam, saya “terjebak” memarkir mobil di area yang sebenarnya terlarang. Setelah hampir setengah jam berputar-putar mencari slot parkir di dekat Rijksmuseum di pusat kota Amsterdam, tak kunjung dapat karena penuh, saya akhirnya ketemu slot parkir kosong di depan sebuah hotel. Belakangan setelah 2 jam parkir baru saya ketahui ternyata slot tersebut hanya boleh digunakan oleh mobil bongkar-muat barang atau naik-turun penumpang.
Saat hendak membayar biaya parkir di mesin pembayaran otomatis, ternyata hari itu parkir gratis, karena bertepatan hari Minggu. Di Amsterdam, hari Minggu parkir di pinggir jalan digratiskan. “Mudah-mudahan karena ini hari Minggu, selain gratis, area terlarang parkir ini juga boleh kita pakai tanpa kena tilang,” kata saya kepada istri. Syukurlah, sepekan setelah kembali ke Tanah Air, tidak ada tanda-tanda peristiwa parkir di Amsterdam itu membuat saya terkena denda.
Di kota-kota di Eropa, selain susah mencari tempat parkir, tarifnya pun luar biasa mahal. Ketika di Praha, kami harus membayar 12 euro untuk parkir 2 jam di gedung khusus parkir. Ini pun bisa dua kali lipat tarif parkir di pinggir jalan.
Di Paris biayanya lebih mahal lagi. Parkir di pinggir jalan dekat Menara Eiffel 4 euro per 10 menit. Padahal untuk eksplorasi di lokasi tersebut bisa habis waktu 2 jam. Solusinya, harus parkir ke lokasi yang sedikit lebih jauh, yang tarifnya lebih murah. Risikonya, harus berjalan kaki lebih jauh ke spot yang hendak dituju. (bersambung)
Mas boleh nanya? ?.kalo yg nyewa dan yg bayar itu saya, tapi yg nyetir kakak saya. Apakah bisa? Terima kasih