Tak lebih lebar dari Sungai Karang Mumus di Samarinda, Sungai Yarra di Melbourne juga meliuk membelah kota. Bedanya, di ibu kota negara bagian Victoria itu sepanjang pinggiran sungai adalah taman.
LANGIT masih terang pada pukul 18.00 sore di Melbourne. Meski matahari cukup terik dan baru akan tenggelam pada pukul 21.00, suhu udara lumayan sejuk di kisaran 18 derajat celsius.
Jalanan tidak terlalu ramai. Lebih banyak orang menikmati sore dengan joging dan duduk-duduk di taman di Sungai Yarra, yang hampir sepanjang bantarannya menghijau oleh rumput dan pepohonan rindang.
Menerima predikat sebagai The World’s Most Liveable Cities, kota paling nyaman untuk ditinggali, Melbourne memang menyediakan beragam fasilitas publik yang memanjakan warganya. Bagaimana mereka membangun taman, boulevard, dan ruang-ruang publik adalah contoh nyata.
Saat bersantai di tepi Sungai Yarra di kawasan Federation Square, rombongan Kaltim Post Group (KPG) Goes to Aussie sempat ngobrol betapa miripnya sungai itu dengan Sungai Karang Mumus di Samarinda.
Berjalan kaki menyusuri St Kilda Road, kemudian melintasi jembatan di depan Flinders Street, kami seperti sedang berdiri di atas Jembatan Ruhui Rahayu Samarinda, dan memandang ke Sungai Karang Mumus.
Perbedaannya, tidak ada rumah penduduk yang bangunannya menjorok hingga ke tengah sungai. Apalagi jamban apung atau rakit batang tempat MCK warga. Sepanjang pinggiran Sungai Yarra adalah taman-taman kota, kafe-kafe tempat nongkrong anak muda, dan jogging track. Di beberapa titik juga terdapat dermaga untuk kapal-kapal wisata, yang menawarkan pengalaman menyusuri aliran sungai sambil menikmati lanskap kota.
Kursi-kursi taman menghadap sungai adalah pilihan lain yang tak kalah asyik. Warga setempat biasa bercengkerama di situ, atau sekadar duduk sendiri menikmati alam terbuka sambil membaca buku.
Pada akhir pekan, banyak juga keluarga yang piknik di taman sambil barbeque party, pesta panggang daging. Pemerintah setempat menyediakan alat pemanggang dengan energi listrik di banyak titik di taman kota. Warga tinggal membawa daging dan bahan lainnya, bisa dimasak di tempat secara gratis.
“Banyak pilihan kalau mau piknik bersama keluarga, dan kebanyakan memang tersedia gratis,” sebut Ari Zulkarnain, warga Indonesia yang sudah 14 tahun menetap di Melbourne.
Sungai akhirnya benar-benar berfungsi sebagai penopang kehidupan, sebab selain airnya menjadi bahan baku utama air bersih di kota itu, keberadaannya pun dimaksimalkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan dibuat indah, asri, dan fungsional. Bukan sungai yang kotor, berbau, dan menjadi penyebab banjir setiap kali musim hujan.
“Kita pasti bisa membuat Sungai Mahakam dan Sungai Karang Mumus menjadi seperti Sungai Yarra ini. Tinggal apakah ada kemauan,” kata Chairman KPG Zainal Muttaqin.
Pak Zam, panggilan akrab Zainal Muttaqin, mencontohkan kawasan tepian dari ujung Jembatan Mahakam sampai depan Kantor Gubernur Kaltim, yang sebenarnya sudah sejak lama bersih dari permukiman.
Sayangnya, taman-taman yang dibangun itu tidak begitu jelas konsepnya dan hendak difungsikan sebagai apa. Sekarang malah jadi semakin jorok karena lebih banyak pedagang liar.
Kalau kawasan tepian di Samarinda itu hendak dibuat menjadi lebih fungsional, yang paling sederhana adalah dibangun jogging track dan bike lane (jalur sepeda) dari ujung Jembatan Mahakam sampai ke kawasan pelabuhan.
Syukur-syukur bisa menyambung terus menyusuri sepanjang pinggiran Sungai Karang Mumus. Jalur ini harus tersambung, tidak putus-putus, sehingga warga bisa menyusuri sepanjang tepian sungai sambil berolahraga lari atau bersepeda nonstop.
“Kawasan tepian (Sungai Mahakam) yang sudah ada sekarang ini jaraknya sangat cukup untuk memfasilitasi warga berolahraga lari dan bersepeda. Tinggal dibuat jalurnya,” kata Pak Zam.
Di Melbourne, udara yang sejuk dan jalanan rindang oleh pepohonan memang membuat warga setempat gemar berolahraga. Di semua sudut kota selalu saja ada warga berpakaian olahraga sedang asyik joging, bahkan pada siang dan malam hari. Tentu telah tersedia jogging track yang memadai, termasuk di sepanjang pinggiran Sungai Yarra.
Jogging track ini menjadi satu dengan bike lane atau jalur sepeda, dan dibedakan dengan trotoar atau pedestrian, meskipun, banyak juga yang memilih berlari di jalur pedestrian. Lebarnya lebih kurang 2 meter.
Khusus untuk lintasan sepeda yang melewati jalan raya biasanya dicat warna hijau, untuk membedakan dengan jalur kendaraan bermotor. Dengan begitu, bisa dipastikan orang yang lari pagi atau lari sore, juga bersepeda, terbebas dari kemungkinan kecelakaan diserempet kendaraan lain.
Bukan hanya di sepanjang Sungai Yarra, setiap taman yang dibangun di Melbourne juga selalu dibuat jogging track dan bike lane. Seperti di Albert Park Loop, taman dengan sebuah danau di tengahnya, yang di sekelilingnya merupakan jalur sirkuit balap Formula One.
Ada pula Royal Botanic Gardens, taman paling luas di Melbourne, dan Fitzroy Gardens, sebuah taman di pusat kota yang di dalamnya terdapat rumah asli Kapten James Cook, penjelajah Inggris yang disebut sebagai “penemu” Benua Australia.
Begitulah taman dibangun bukan hanya berfungsi sebagai penghijauan, atau sekadar memperindah kota, tetapi juga tempat warga beraktivitas, berinteraksi dan mengisi waktu dengan hal-hal positif seperti berolahraga. Agar jiwa sehat dan fisik tetap bugar.
Konsep pemanfaatan sungai dan taman kota untuk aktivitas seperti ini sebenarnya dapat dilihat di banyak kota di negara lain. Sebutlah Sungai Chao Phraya yang membelah Bangkok, Sungai Saigon di Ho Chi Minh City, atau Sungai Huangpu di Shanghai. Semuanya memanfaatkan sungai untuk objek wisata sekaligus tempat warga beraktivitas.
Akankah mimpi tentang Sungai Karang Mumus yang sempat kami obrolkan di Sungai Yarra, Melbourne, dapat terwujud di Samarinda? (windede@prokal.co)