Salah satu keuntungan umrah mandiri adalah keleluasaan mengatur waktu; tidak terikat jadwal yang ketat seperti halnya ikut umrah reguler bersama agen travel.
BANYAK yang bertanya kepada saya, apakah program yang didapatkan dalam umrah backpacker sama seperti umrah reguler yang diselenggarakan agen travel? Beberapa mengira karena backpacker-an, programnya menjadi terbatas, tak bisa ke mana-mana.
Saya jelaskan, yang terjadi justru sebaliknya. Perjalanan mandiri membuat segala sesuatunya kita atur sendiri. Mau ke mana, kapan waktunya, berapa lama, dengan siapa, suka-suka. Bahkan sejak awal pemesanan tiket, kita sudah bisa menentukan apakah mau pakai penerbangan direct flight ke Jeddah, atau transit dulu ke tempat lain. Apakah dari Jeddah mau langsung ke Makkah, atau ke Madinah dulu, terserah. Bisa juga memilih penerbangan yang mendarat langsung di Bandara Madinah, misalnya, supaya memotong trip darat yang cukup melelahkan dari Jeddah.
Tentu, setiap pilihan akan berpengaruh pada harga.
Beberapa kelompok umrah backpacker malah bikin trip yang unik-unik, misalnya umrah plus Eropa, umrah plus Turki, atau umrah plus Palestina. Semua disiapkan sendiri tanpa ikut grup travel yang selama ini biasa menjual paket umrah plus semacam itu dengan harga lumayan mahal.
Kelompok-kelompok ini saling berbagi informasi mengenai promo-promo tiket murah, kemudian membuat kombinasi itinerary (rencana perjalanan) yang disesuaikan dengan bujet masing-masing.
Terkadang ada yang nemu tiket promo Jakarta – Istanbul, misalnya, dengan harga murah meriah. Supaya tidak hilang kesempatan, tiket promo tersebut dipesan duluan, sebelum diambil orang. Setelah itu barulah mencari promo lain rute Istanbul – Jeddah, entah dengan maskapai yang sama atau berbeda.
Mengingat tiket-tiket promo sering “tersembunyi” pada destinasi yang tidak umum, jalur memutar juga bisa saja terjadi. Misalnya, ada yang untuk sampai ke Jeddah harus mampir-mampir dulu ke Bangkok, Hongkong, kemudian Abu Dhabi. Transitnya bukan cuma harus pindah terminal, bahkan bisa pindah bandara di lain kota.
Agar rencana umrah backpacker terlaksana tanpa kehilangan kesempatan mendapatkan tiket promo, maka ada baiknya sejak awal semua calon jamaah umrah yang mau bergabung menyiapkan dua hal ini: paspor dan uang tiket. Dikumpulkan di satu orang yang ditunjuk sebagai koordinator. Sehingga kapan saja ada kesempatan membeli tiket promo, bisa langsung dieksekusi.
Paspor diperlukan untuk pemesanan tiket, sedangkan uangnya lebih diperlukan lagi karena tiket harus langsung dibayar saat dipesan.
Sering kelompok umrah backpacker terkendala karena tidak semua calon jamaahnya siap. Ada yang paspornya belum jadi, atau duitnya belum disetor. Lalu ketika yang lain sudah berhasil mendapatkan tiket promo, yang ketinggalan ini menyusul beli tiket belakangan – akhirnya harus membayar lebih mahal karena harga tiket pada tanggal yang sama dengan rombongan sebelumnya sudah naik.
Setelah urusan tiket beres, langkah berikutnya menyusun itinerary. Mau ke mana saja selama di Tanah Suci. Tentu ini harus dikomunikasikan dengan biro perjalanan yang mengurus land arrangement (LA). Biasanya yang sudah termasuk dalam paket LA adalah ziarah reguler, seperti ke Arafah, Jabal Nur dan Jabal Tsur ketika di Makkah. Kemudian ke Masjid Quba dan perkebunan kurma ketika di Madinah.
Di luar program reguler tersebut bisa direncanakan program yang lain. Kalau perlu yang anti-mainstream; berkunjung ke lokasi-lokasi yang tak lazim sebagai tujuan kunjungan jamaah umrah. Tentu saja bakal ada cost ekstra yang jadi tambahan biaya dalam komponen LA, apabila kita meminta program khusus di luar yang reguler. Kalau punya kemampuan berbahasa Arab sih sebenarnya lebih mudah lagi: tinggal atur manis dengan sopir bus, biaya tambahan bisa dibayarkan langsung kepada sopir.
Tetapi baik di Makkah maupun Madinah tidaklah sulit mencari taksi atau kendaraan yang bisa disewa. Tinggal nego harga, kita akan diantar mau ke mana. Meski di taksi-taksi resmi ada mesin argometer, tarif selalu berdasarkan kesepakatan. Untuk tujuan dalam kota, misalnya, tarif di kisaran 20-30 riyal (Rp74.000 – Rp111.000) sekali jalan.
Saat di Makkah, saya bersama keluarga sempat menikmati suasana taman kota di kawasan Aziziyah, tempat warga kota Makkah berkumpul santai menikmati malam. Hampir tidak ada jamaah umrah reguler yang terlihat di kawasan ini. Di taman dengan hamparan rumput hijau itu warga Makkah duduk berkelompok membentuk lingkaran-lingkaran kecil, membawa tikar dan bekal makanan. Di tempat inilah kita bisa melihat keseharian warga Arab Saudi, bagaimana mereka menikmati kebersamaan dengan keluarga.
Di taman ini tampak pula beberapa kelompok orang Indonesia yang jadi mukimin di Makkah. “Kalau ke sini selalu ketemu teman-teman. Biasanya lagi libur kerja, bertemunya di sini. Sekalian kangen-kangenan,” kata Aida, warga asal NTB.
Pada kesempatan yang lain kami jalan-jalan ke pasar ikan tradisional, di kawasan Ka’kiyah, Makkah. Betapa excited melihat ikan-ikan segar dijual di kota di mana tidak ada sungai dan laut, sementara warganya lebih gemar makan daging kambing dan ayam daripada ikan. Pasar ikan ini, meski disebut traditional fish market, kondisinya sangat modern, bersih dan tidak berbau. Ikan-ikan laut seperti kakap merah, kerapu, tuna bahkan juga ikan kembung tersedia. Ada pula yang khusus menjual cumi, udang dan kepiting. Kios lain berjualan ikan air tawar seperti ikan mas dan gurame.
Bukan cuma berjualan ikan, di tempat ini tersedia pula blok khusus penyiangan dan pengolahan. Ikan yang sudah dibeli dibawa ke tempat ini untuk dibersihkan, dipotong sesuai keinginan, lantas dibumbui. Kalau tidak mau repot memasak di rumah, bisa juga minta dimasakkan sesuai selera. Tersedia penggorengan dan tempat memanggang.
“Kita beli mentah aja, nanti dimasak sendiri,” kata istri saya, sambil menimbang dua potong kepala ikan kakap seharga 40 riyal (lebih kurang Rp148.000). Maka malam itu, di rumah kerabat yang kami kunjungi di Wadi Jalil, kami menyantap menu istimewa gulai kepala kakap.
Begitulah, umrah backpacker memberi keleluasaan menentukan aktivitas, termasuk merasakan pengalaman-pengalaman berbeda yang mungkin sulit didapatkan apabila ikut rombongan umrah reguler. Kita bisa mengatur trip mengunjungi museum-museum kecil yang tersebar di seputaran Kota Makkah dan Madinah, masjid-masjid tua di pinggiran Makkah, kampus Universitas Islam Madinah, majelis-majelis pengajian di pagi dan sore hari di Masjid Nabawi, atau tempat-tempat lain yang menarik. Yang penting, tidak meninggalkan tujuan utama datang ke Tanah Suci: beribadah.
Gimana? Sudahkah Anda tertarik mencoba umrah backpacker? (windede@prokal.co)