Lagi-lagi Indonesia: aturan dibuat untuk dilanggar.
MENGAPA olahraga selalu menjadi tontonan menarik? Sesungguhnya karena keteraturan dalam permainan. Bayangkanlah sepakbola tanpa aturan; jumlah bola bisa lebih dari satu, banyaknya pemain tak perlu dibatasi, gawang boleh berada di mana saja, dan itu artinya wasit tiada berguna. Sepakbola semacam itu pasti tak ada menariknya.
Di jalan raya, keteraturan adalah sumber kenyamanan. Kalau saja sistem traffic light tak pernah ditemukan, apa jadinya setiap perempatan dan persimpangan jalan di muka bumi?
Bahkan di alam semesta, jagat raya tak bertepi tempat kita hidup selama ini, keteraturan adalah juru selamat. Bayangkanlah semesta tanpa sistem tarik-menarik planet, gravitasi, rotasi benda-benda langit, siklus timur-barat matahari, atau lapisan atmosfer dan juga pasang-surut air laut. Mungkin kehidupan bahkan takkan pernah bisa terjadi.
Dan inilah Indonesia, negeri di mana banyak sekali aturan dibuat namun begitu lazim dilanggar. Saking Indonesia-nya, kadang-kadang pelanggaran itu dilakukan dengan penuh rasa bangga. Bedanya dengan keteraturan alam semesta, yang bila melenceng sedikit saja akan menjadi malapetaka, pelanggaran aturan di republik ini seolah bukan sebuah masalah, karena toh kita juga bangsa pemaaf dan terkenal pemberi maklum yang hebat.
Seperti pada sebuah siang, di tengah kepadatan lalulintas di timur Jakarta, tangan saya tak sabar memotret jejeran kendaraan yang parkir tepat di bawah tanda larangan parkir. Satu di antaranya adalah mobil yang nangkring di atas trotoar jembatan, persis di bawah tanda dilarang “stop di atas jembatan.†Mungkin karena memang yang dilarang adalah stop di atas jembatan, maka si pengemudi memilih parkir saja sekalian.
Pelanggaran aturan semacam ini memang tidak sampai membuat bumi gonjang-ganjing. Paling banter ya menambah macet dan bikin sakit hati orang yang berusaha tertib. Seperti penerobos lampu merah, atau pengemudi kurang beradab yang sering menyalip dari arah tak terduga sehingga mengagetkan pengemudi di depannya, pelanggaran-pelanggaran jenis ini kerap disebut sebagai kesalahan kecil saja.
Di kampung saya, yang masih wilayah Indonesia juga, ada kebiasaan lebih aneh lagi. Lajur jalan kiri dan kanan sering tak dipedulikan, sehingga orang bisa berkendara di lajur yang mana saja. Menyalip bisa dari kiri bisa dari kanan. Ini berkemungkinan terjadi karena budaya transportasi sungai, di mana tak ada aturan kiri atau kanan bagi kapal atau perahu, terserah datangnya dari arah hulu maupun hilir. Di sungai, saling bersenggolan sesama kapal atau perahu bahkan adalah tanda persahabatan. Menjadi kacau ketika budaya ini dibawa-bawa ke darat.
Kalau untuk urusan sesepele memarkir kendaraan saja banyak di antara kita, orang Indonesia ini, berlaku semaunya, maka janganlah heran bila pelanggaran-pelanggaran yang lebih serius terus saja terjadi; kekerasan, korupsi, suap dan sogok, intimidasi, perdagangan hukum, tipu-menipu, bahkan pembodohan dan pemiskinan.
Banyak jalan yang benar tapi kita memilih menyesatkan diri. Mungkin karena yang sesat-sesat itu membawa kenikmatan, atau setidak-tidaknya rasa mudah dan antirepot. Kalau bisa parkir di sini, ngapain harus susah-susah ke areal parkir di sana. Kalau bisa jalan sekarang, untuk apa menghabiskan waktu menunggu lampu merah berganti hijau. Kalau bisa dilayani dengan menyerobot, kenapa jadi bodoh berdiri di antrean!
Celakanya, orang-orang sesat budaya seperti kita, menjadi tertib budaya saat berada di negara orang. Tak berani buang sampah sembarangan di Singapura, hati-hati sekali mengepul asap rokok di Tokyo atau Hongkong, berjalan hanya di pedestrian dan menyeberang hanya di jembatan penyeberangan ketika berada di Eropa. Begitu pulang ke Indonesia, ya jadi Indonesia lagi. Menjadi sesat lagi.***
…..
itulah Endonesia…
tulisan bagus nih…di Indonesia memang setiap aturan dibuat untuk dilanggar…pantas jika ada orang bilang Indonesia ini negara bukan-bukan
disiplin palsu paling yang ada di indonesia
betul banget tuh, coba berani-berani buang sampah di negara orang…
Yach mo bilang apa lagi, tapi…kita takboleh berhenti untuk memperbaiki keadaan ini minimal lewat pemikiran ato usulan
…hanya ada di Indonesia!! entah di kampung kita?
hehehehehhe ini nyata hanya di indonesia (kaya iklan RCTI)
hehehe ini nyata hanya di indonesia… sori di ulang… gravantar nya tadi gak muncul
Seandainya saja di setiap sudut kota di Indonesia dipasang kamera CCTV, barangkali tak ada lagi yang berani parkir sembarangan, melanggar lampu merah, dan sebagainya…
Hayo kota mana yang berani coba duluan…. Pasti bengkak tuh APBD-nya, hehehe….
Remarkable article, many thanks, I am going to bookmark you!