Skip to content

WINDEDE.com

Menu
  • Home
  • Esai
  • Kontemplasi
  • Inspirasi
  • Perjalanan
  • Fotografi
  • Budaya
  • Politika
Menu

Sesat Budaya Disiplin Kita

Posted on 23 Juni 2008

Lagi-lagi Indonesia: aturan dibuat untuk dilanggar.

Parkir mobil sembarangan, cuek aja...

MENGAPA olahraga selalu menjadi tontonan menarik? Sesungguhnya karena keteraturan dalam permainan. Bayangkanlah sepakbola tanpa aturan; jumlah bola bisa lebih dari satu, banyaknya pemain tak perlu dibatasi, gawang boleh berada di mana saja, dan itu artinya wasit tiada berguna. Sepakbola semacam itu pasti tak ada menariknya.

Di jalan raya, keteraturan adalah sumber kenyamanan. Kalau saja sistem traffic light tak pernah ditemukan, apa jadinya setiap perempatan dan persimpangan jalan di muka bumi?

Bahkan di alam semesta, jagat raya tak bertepi tempat kita hidup selama ini, keteraturan adalah juru selamat. Bayangkanlah semesta tanpa sistem tarik-menarik planet, gravitasi, rotasi benda-benda langit, siklus timur-barat matahari, atau lapisan atmosfer dan juga pasang-surut air laut. Mungkin kehidupan bahkan takkan pernah bisa terjadi.

Dan inilah Indonesia, negeri di mana banyak sekali aturan dibuat namun begitu lazim dilanggar. Saking Indonesia-nya, kadang-kadang pelanggaran itu dilakukan dengan penuh rasa bangga. Bedanya dengan keteraturan alam semesta, yang bila melenceng sedikit saja akan menjadi malapetaka, pelanggaran aturan di republik ini seolah bukan sebuah masalah, karena toh kita juga bangsa pemaaf dan terkenal pemberi maklum yang hebat.

Lagi-lagi parkir sembaranganSeperti pada sebuah siang, di tengah kepadatan lalulintas di timur Jakarta, tangan saya tak sabar memotret jejeran kendaraan yang parkir tepat di bawah tanda larangan parkir. Satu di antaranya adalah mobil yang nangkring di atas trotoar jembatan, persis di bawah tanda dilarang “stop di atas jembatan.” Mungkin karena memang yang dilarang adalah stop di atas jembatan, maka si pengemudi memilih parkir saja sekalian.

Pelanggaran aturan semacam ini memang tidak sampai membuat bumi gonjang-ganjing. Paling banter ya menambah macet dan bikin sakit hati orang yang berusaha tertib. Seperti penerobos lampu merah, atau pengemudi kurang beradab yang sering menyalip dari arah tak terduga sehingga mengagetkan pengemudi di depannya, pelanggaran-pelanggaran jenis ini kerap disebut sebagai kesalahan kecil saja.

Di kampung saya, yang masih wilayah Indonesia juga, ada kebiasaan lebih aneh lagi. Lajur jalan kiri dan kanan sering tak dipedulikan, sehingga orang bisa berkendara di lajur yang mana saja. Menyalip bisa dari kiri bisa dari kanan. Ini berkemungkinan terjadi karena budaya transportasi sungai, di mana tak ada aturan kiri atau kanan bagi kapal atau perahu, terserah datangnya dari arah hulu maupun hilir. Di sungai, saling bersenggolan sesama kapal atau perahu bahkan adalah tanda persahabatan.  Menjadi kacau ketika budaya ini dibawa-bawa ke darat.

Sepeda motor pun ikut parkir sembarangan, dan berjamaah pula. Kalau untuk urusan sesepele memarkir kendaraan saja banyak di antara kita, orang Indonesia ini, berlaku semaunya, maka janganlah heran bila pelanggaran-pelanggaran yang lebih serius terus saja terjadi; kekerasan, korupsi, suap dan sogok, intimidasi, perdagangan hukum, tipu-menipu, bahkan pembodohan dan pemiskinan.

Banyak jalan yang benar tapi kita memilih menyesatkan diri. Mungkin karena yang sesat-sesat itu membawa kenikmatan, atau setidak-tidaknya rasa mudah dan antirepot. Kalau bisa parkir di sini, ngapain harus susah-susah ke areal parkir di sana. Kalau bisa jalan sekarang, untuk apa menghabiskan waktu menunggu lampu merah berganti hijau. Kalau bisa dilayani dengan menyerobot, kenapa jadi bodoh berdiri di antrean!

Celakanya, orang-orang sesat budaya seperti kita, menjadi tertib budaya saat berada di negara orang. Tak berani buang sampah sembarangan di Singapura, hati-hati sekali mengepul asap rokok di Tokyo atau Hongkong, berjalan hanya di pedestrian dan menyeberang hanya di jembatan penyeberangan ketika berada di Eropa. Begitu pulang ke Indonesia, ya jadi Indonesia lagi. Menjadi sesat lagi.***

Like & Share

10 thoughts on “Sesat Budaya Disiplin Kita”

  1. treen berkata:
    24 Juni 2008 pukul 08:05

    …..
    itulah Endonesia…

    Balas
  2. Taufik Al Mubarak berkata:
    24 Juni 2008 pukul 17:03

    tulisan bagus nih…di Indonesia memang setiap aturan dibuat untuk dilanggar…pantas jika ada orang bilang Indonesia ini negara bukan-bukan

    Balas
  3. Haris Zaky Mubarak MAP berkata:
    26 Juni 2008 pukul 15:13

    disiplin palsu paling yang ada di indonesia

    Balas
  4. ocank berkata:
    28 Juni 2008 pukul 15:04

    betul banget tuh, coba berani-berani buang sampah di negara orang…

    Balas
  5. ogi fajar nuzuli berkata:
    29 Juni 2008 pukul 17:31

    Yach mo bilang apa lagi, tapi…kita takboleh berhenti untuk memperbaiki keadaan ini minimal lewat pemikiran ato usulan

    Balas
  6. taufik berkata:
    2 Juli 2008 pukul 13:10

    …hanya ada di Indonesia!! entah di kampung kita?

    Balas
  7. arista berkata:
    5 Juli 2008 pukul 10:56

    hehehehehhe ini nyata hanya di indonesia (kaya iklan RCTI)

    Balas
  8. arista berkata:
    5 Juli 2008 pukul 10:59

    hehehe ini nyata hanya di indonesia… sori di ulang… gravantar nya tadi gak muncul

    Balas
  9. eddy berkata:
    6 Juli 2008 pukul 23:10

    Seandainya saja di setiap sudut kota di Indonesia dipasang kamera CCTV, barangkali tak ada lagi yang berani parkir sembarangan, melanggar lampu merah, dan sebagainya…

    Hayo kota mana yang berani coba duluan…. Pasti bengkak tuh APBD-nya, hehehe….

    Balas
  10. Randy Wankel berkata:
    31 Juli 2011 pukul 11:16

    Remarkable article, many thanks, I am going to bookmark you!

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

About

 

WinDede a.k.a Erwin D. Nugroho.

Anak kampung dari pelosok Kalimantan, bermukim dan beraktivitas di belantara Jakarta. Selain menulis dan memotret, jalan-jalan adalah kegemarannya yang lain.

My Book

My Youtube

https://youtu.be/zE0ioByYHhs

My Instagram

windede

The Cousins. Remake foto 12 tahun bocah-bocah dgn The Cousins. Remake foto 12 tahun bocah-bocah dgn sebagian sepupu Samarinda...
The Siblings (part 2). Ini remake foto 30 tahun la The Siblings (part 2). Ini remake foto 30 tahun lalu (1992). Panjang umur semuanya...
The Siblings (part 1). Remake foto kami kakak-bera The Siblings (part 1). Remake foto kami kakak-beradik 40 tahun lalu: 1982 (atas) dan 2023 (bawah). Alfatihah utk si kembar Shinta (foto atas, kedua dari kiri) yg telah berpulang lebih dulu.
Yg ini okelah buat avatar... 😇😁 Yg ini okelah buat avatar... 😇😁
Hahaha... Machine learning-nya si AI masih harus b Hahaha... Machine learning-nya si AI masih harus banyak belajar...
Lama gak posting. Sekali posting langsung ikut-iku Lama gak posting. Sekali posting langsung ikut-ikutan trend wkwkwk
Alhamdulillah... Alhamdulillah...
Sesekali, biar punya foto keluarga... 😎 Sesekali, biar punya foto keluarga... 😎
Udah lama gak foto bertiga... #fafiva Udah lama gak foto bertiga... #fafiva
Load More Follow on Instagram

Arsip Blog

Posting Terakhir

  • Ogi, Amtenar Aktivis
  • Uji Bebas Covid-19
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (4): Bebas Ngebut di Jerman, Taat Speed Limit di Prancis dan Belanda
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (3): Semua Urusan Dikelola Mesin, Bisa Curang Tapi Tetap Patuh
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (2): Sewa Mobilnya Murah, tapi Parkir Mahal dan Susah
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (1): Bebas Pilih Destinasi, Biaya hanya Seperempat Paket Wisata
©2023 WINDEDE.com | Design: Newspaperly WordPress Theme