Dulu, ketika hutan di Kalimantan tak segundul sekarang, pohon-pohon berdiameter besar ditebangi. Kayu-kayu gelondongan ditarik tenaga manusia dari belantara yang rapat menuju anak-anak sungai. Batang-batang mengapung itu diikat menjadi rakit sambung-menyambung. Ditarik menuju muara, hingga ke laut lepas, dikirim entah ke mana.
Begitu terus selama bertahun-tahun, hingga suatu ketika pabrik-pabrik kayulapis mulai dibangun. Gelondongan itu tak lagi dikirim mentah. Harus masuk mesin-mesin industri dan disulap menjadi kayu olahan.
Tetapi posting kali ini bukan soal kayu gelondongan atau hutan yang ditebang. Ini soal â€kayu olahan†itu. Setiap hari, di meja makan, kayu olahan jenis ini menjadi kebutuhan yang nyaris tak terhindarkan. Sekali pakai harus dibuang, karena dijamin takkan ada orang yang mau memakai bekasnya.
Kalau Anda bingung apa urusannya kayu gelondongan dengan tusuk gigi, maka begitu pun saya hehehe… ya, sebab sebatang kayu gelondongan mungkin cukup untuk bikin tusuk gigi bagi kebutuhan penduduk seluruh Indonesia selama setahun! Tidak signifikan sebenarnya menghubungkan urusan produksi tusuk gigi dengan kerusakan hutan.
Tetapi pernahkah terbayangkan, betapa rakusnya kita menebangi kayu. Demi tiang-tiang rumah, daun pintu dan jendela, interior dan mebeler, sampai yang kecil-kecil seperti tusuk gigi dan korek api. Sekarang, sudah semakin banyak bahan pengganti kayu. Lemari, meja, kursi, berbagai perabot, sudah lazim memakai bahan lain. Semacam campuran material yang diolah menyerupai kayu. Orang belum berpikir membuat tusuk gigi dengan bahan pengganti. Mungkin karena relatif memakai sedikit bahan baku, dan tak sembarang bahan bisa dipakai mengurusi sela-sela gigi. Bukankah merepotkan kalau tusuk gigi terbuat dari, katakanlah, besi, yang pasti melukai gusi.
Ihwal tusuk gigi ini, saya termasuk yang jarang menggunakannya. Bahkan meskipun saya sadar ada sesuatu nyangkut di sela gigi. Entah kapan belajarnya, saya sendiri punya semacam keahlian di mana gerakan lidah dan dinding mulut bisa â€mencongkel†sangkutan di gigi itu, tanpa bantuan jari (atau kuku) apalagi tusuk gigi. Hasil â€congkelan†kadang-kadang dibuang, kadang-kadang ditelan hahaha…
Toh di rumah tusuk gigi selalu tersedia di meja makan. Saya kadang memakainya bukan untuk membersihkan gigi, tetapi sekadar menggigit-gigitnya sampai rusak. Setidaknya masih lebih baik daripada gigit-gigit kuku. Dalam kesempatan lain saya memakainya untuk objek motret. Pakai modus makro hingga ujung tajamnya menjadi seperti tombak-tombak, dan susunan batangnya membentuk simpul yang menarik.
Hmm… dimulai dengan hutan yang ditebangi, diakhiri dengan tombak dan simpul. Mudah-mudahan tidak bingung dengan posting kali ini. ***
he…he…. persaingan seru Pak Dhe Gombal VS Windede posting potoh. Yang penting ilmunya bisa berbagi sama kita2
potonya keren…!!!
begitulah alam diciptakan, keserakahan kita membuatnya rusak. tusuk gigi itu dibuat dari kayu apa ya?…iseng bener gigit-gigit sampe rusak 😛
tusuk gigi dibikin dr kayu bekas yak om? gigit2 itu macam supir metro yg suka gigit2 batang korek api. *kirain jagung rebus, abis mirip seh… halah gak nyambung yak*
hore! pak win peduli hutan neh…moga aja ada yg mikirin bikin tusuk gigi dari bahan selain kayu. udah ada sih bambu, tapi kata abangku kurang asyik di gigi…hehehe…:D