Skip to content

WINDEDE.com

Menu
  • Home
  • Esai
  • Kontemplasi
  • Inspirasi
  • Perjalanan
  • Fotografi
  • Budaya
  • Politika
Menu

Tombak dan Simpul untuk Gigi

Posted on 3 Oktober 2006

Ujung tajam tusuk gigi...

Dulu, ketika hutan di Kalimantan tak segundul sekarang, pohon-pohon berdiameter besar ditebangi. Kayu-kayu gelondongan ditarik tenaga manusia dari belantara yang rapat menuju anak-anak sungai. Batang-batang mengapung itu diikat menjadi rakit sambung-menyambung. Ditarik menuju muara, hingga ke laut lepas, dikirim entah ke mana.

Begitu terus selama bertahun-tahun, hingga suatu ketika pabrik-pabrik kayulapis mulai dibangun. Gelondongan itu tak lagi dikirim mentah. Harus masuk mesin-mesin industri dan disulap menjadi kayu olahan.

Tetapi posting kali ini bukan soal kayu gelondongan atau hutan yang ditebang. Ini soal ”kayu olahan” itu. Setiap hari, di meja makan, kayu olahan jenis ini menjadi kebutuhan yang nyaris tak terhindarkan. Sekali pakai harus dibuang, karena dijamin takkan ada orang yang mau memakai bekasnya.

Kalau Anda bingung apa urusannya kayu gelondongan dengan tusuk gigi, maka begitu pun saya hehehe… ya, sebab sebatang kayu gelondongan mungkin cukup untuk bikin tusuk gigi bagi kebutuhan penduduk seluruh Indonesia selama setahun! Tidak signifikan sebenarnya menghubungkan urusan produksi tusuk gigi dengan kerusakan hutan.

Batang tusuk gigi membentuk simpul...Tetapi pernahkah terbayangkan, betapa rakusnya kita menebangi kayu. Demi tiang-tiang rumah, daun pintu dan jendela, interior dan mebeler, sampai yang kecil-kecil seperti tusuk gigi dan korek api. Sekarang, sudah semakin banyak bahan pengganti kayu. Lemari, meja, kursi, berbagai perabot, sudah lazim memakai bahan lain. Semacam campuran material yang diolah menyerupai kayu. Orang belum berpikir membuat tusuk gigi dengan bahan pengganti. Mungkin karena relatif memakai sedikit bahan baku, dan tak sembarang bahan bisa dipakai mengurusi sela-sela gigi. Bukankah merepotkan kalau tusuk gigi terbuat dari, katakanlah, besi, yang pasti melukai gusi.

Ihwal tusuk gigi ini, saya termasuk yang jarang menggunakannya. Bahkan meskipun saya sadar ada sesuatu nyangkut di sela gigi. Entah kapan belajarnya, saya sendiri punya semacam keahlian di mana gerakan lidah dan dinding mulut bisa ”mencongkel” sangkutan di gigi itu, tanpa bantuan jari (atau kuku) apalagi tusuk gigi. Hasil ”congkelan” kadang-kadang dibuang, kadang-kadang ditelan hahaha…

Toh di rumah tusuk gigi selalu tersedia di meja makan. Saya kadang memakainya bukan untuk membersihkan gigi, tetapi sekadar menggigit-gigitnya sampai rusak. Setidaknya masih lebih baik daripada gigit-gigit kuku. Dalam kesempatan lain saya memakainya untuk objek motret. Pakai modus makro hingga ujung tajamnya menjadi seperti tombak-tombak, dan susunan batangnya membentuk simpul yang menarik.

Hmm… dimulai dengan hutan yang ditebangi, diakhiri dengan tombak dan simpul. Mudah-mudahan tidak bingung dengan posting kali ini. ***

Like & Share

5 thoughts on “Tombak dan Simpul untuk Gigi”

  1. topan berkata:
    4 Oktober 2006 pukul 10:09

    he…he…. persaingan seru Pak Dhe Gombal VS Windede posting potoh. Yang penting ilmunya bisa berbagi sama kita2

    persaingan? halah… :p 

    Balas
  2. didats berkata:
    4 Oktober 2006 pukul 11:22

    potonya keren…!!!

    Balas
  3. unai berkata:
    4 Oktober 2006 pukul 13:06

    begitulah alam diciptakan, keserakahan kita membuatnya rusak. tusuk gigi itu dibuat dari kayu apa ya?…iseng bener gigit-gigit sampe rusak 😛

    tusuk gigi, yang pasti bukan dari kayu ulin atau jati hehehe… 

    Balas
  4. danu berkata:
    4 Oktober 2006 pukul 13:45

    tusuk gigi dibikin dr kayu bekas yak om? gigit2 itu macam supir metro yg suka gigit2 batang korek api. *kirain jagung rebus, abis mirip seh… halah gak nyambung yak*

    kayu bekas? wah… tapi masih lebih mending daripada didaur ulang dari tusuk gigi bekas kan :p

      Balas
    • meiy berkata:
      4 Oktober 2006 pukul 14:38

      hore! pak win peduli hutan neh…moga aja ada yg mikirin bikin tusuk gigi dari bahan selain kayu. udah ada sih bambu, tapi kata abangku kurang asyik di gigi…hehehe…:D

      Balas

    Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

    About

     

    WinDede a.k.a Erwin D. Nugroho.

    Anak kampung dari pelosok Kalimantan, bermukim dan beraktivitas di belantara Jakarta. Selain menulis dan memotret, jalan-jalan adalah kegemarannya yang lain.

    My Book

    My Youtube

    https://youtu.be/2vSExaDnOTQ

    My Instagram

    Sesi foto keluarga, biar ada kenangannya... #eeeaa Sesi foto keluarga, biar ada kenangannya... #eeeaaaa
    Si bungsu udah macam anak tunggal... Si bungsu udah macam anak tunggal...
    Sesi foto tiga generasi... Sesi foto tiga generasi...
    Baru terima nih official photos dari graduation du Baru terima nih official photos dari graduation dua pekan yg lalu. Harus diposting dong yak, hahaha...
    Terima kasih Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefudd Terima kasih Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc.
    Bersama Dekan Fakultas Hukum UAI Dr. Yusup Hidayat Bersama Dekan Fakultas Hukum UAI Dr. Yusup Hidayat, S.Ag., M.H.
    Sekali-sekali dapat predikat tertinggi selain ukur Sekali-sekali dapat predikat tertinggi selain ukuran badan hehe 😁
    Alumni FH UAI angkatan 2018 👨‍🎓👩‍🎓 Alumni FH UAI angkatan 2018 👨‍🎓👩‍🎓
    Alhamdulillah... Alhamdulillah...
    Load More Follow on Instagram

    My Tweets

      Sorry, no Tweets were found.

    Arsip Blog

    Posting Terakhir

    • Liburan Tipis-Tipis ke Singapura (2): Semakin Ramah bagi Turis Muslim
    • Liburan Tipis-Tipis ke Singapura (1): Tiket Pesawat Lebih Murah ketimbang Rute Domestik
    • Ogi, Amtenar Aktivis
    • Uji Bebas Covid-19
    • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (4): Bebas Ngebut di Jerman, Taat Speed Limit di Prancis dan Belanda
    • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (3): Semua Urusan Dikelola Mesin, Bisa Curang Tapi Tetap Patuh
    ©2025 WINDEDE.com | Design: Newspaperly WordPress Theme