Tenang… kesalahan bukan pada layar komputer Anda. Juga bukan karena mata Anda sedang mulai rabun. Foto di atas memang blur, super goyang, dan mestinya tak layak ditampilkan. Lha kok masih dipasang? Ya, lagi pengen pasang aja hehehe…
Hampir setiap hari, pekerjaan membuat saya harus bolak-balik Banjarbaru-Banjarmasin. Dua kota ini sebenarnya berdekatan, tak lebih dari 30 kilometer. Nasib membuat saya harus bolak-balik karena kantor saya memang ada di dua kota ini. Saya sendiri memilih bermukim di Banjarbaru karena lebih nyaman. Apalagi Banjarmasin memang sudah terlalu padat.
Berbeda dengan kaum pekerja di Jakarta yang berangkat kerja pagi-pagi dari luar kota dan baru pulang sore harinya, saya tidaklah demikian. Ada waktu di mana saya harus bekerja di Banjarbaru, sementara di waktu lain saya harus berada di Banjarmasin. Kadang-kadang malah dalam satu hari bisa dua sampai tiga kali hilir-mudik. Mirip sopir kendaraan antar kota dalam provinsi :p
Tetapi bukan soal pekerjaan itu yang mau saya ceritakan. Lagi-lagi, saya mau cerita urusan memotret. Di perjalanan, saya suka iseng nyetir sambil motret. Sesuatu yang sesungguhnya sangat tidak dianjurkan. Dalam sebuah kesempatan saya malah nyetir sambil memotret dan menelepon sekaligus. Ya, nelponnya sih pakai handsfree, tetapi membagi konsentrasi antara meng-capture gambar yang baik tanpa harus nabrak adalah urusan yang bisa terlaksana hanya dengan modal nekat.
Seperti suatu sore, di tengah perjalanan, langit tampak dikepung awan tebal. Hitam seperti mau hujan. Sebuah kabar gembira bagi kami yang terus berdoa supaya hujan mengguyur bumi Kalimantan dan membuat asap sirna. Di balik kemudi saya melihat gumpalan awan hitam itu adalah objek yang menarik. Maka, “sesi pemotretan†pun dimulai.
Masalahnya, mobil sedang melaju dalam kecepatan maksimal. Maklum, sedang di jalan protokol yang tak seberapa padat. Mengurangi kecepatan bisa menimbulkan masalah karena beberapa kendaraan di belakang pastilah terganggu. Hendak minggir ke kiri kok tidak menarik. Mau berhenti sebentar, yeah… manja banget sih hehehe…
Akhirnya saya memotret dalam keadaan apa adanya, tanpa sempat mengatur setting kamera. Pakai yang auto saja biar kamera yang mengatur sendiri komposisi warna. Saya mengambil beberapa frame dengan sejumlah angle. Awan semakin gelap… suasana tampak “mencekamâ€. Hujan pasti sebentar lagi tumpah.
Cahaya yang kurang membuat hasil foto tidak maksimal. Ditambah pegangan yang goyang, lengkaplah sudah. Gambarnya blur… tak jelas merekam objek. Toh, saya masih bisa membela diri, bahwa foto sengaja dibuat demikian untuk memperoleh efek gerak dan dinamis. Hmm… seperti seorang pelukis pemula yang bilang lukisannya beraliran abstrak padahal memang nggak bisa ngelukis hehehe…
Dalam jarak beberapa meter ke depan hujan benar-benar turun. Hari menjadi semakin gelap dan sesi pemotretan harus diakhiri. Sampai di sebuah perempatan dengan lampu merah, saya menutup pemotretan ini dengan foto terakhir para pengendara sepeda motor yang basah kuyup.
Kadang-kadang saya berpikir cara ini aneh. Tapi, ada yang lebih aneh kok. Saya sering jumpai orang pakai sepeda motor sambil sibuk mengetik SMS… Pesan terbalas dengan segera, perjalanan tetap ngebut seperti biasa. ***
Wah, hati-hati Win, ntar nabrak. Kalau nyetir kayak gitu disini, udah kena tilang polis…
*suara di latar belakang: “bye bye by law…..* 😀 😀 😀
REQUEST DONG! POTO ANAK MUDA BANJARMASIN… !!! HIHIHI
TAPI YG CEWEK… ;;)
jangan poto cowok muluuuuw…. 😀
#indrapr, untuk gak tinggal di singapore
oohh beraninya cuman 60kph yah 🙂 kalo gitu jangan coba cara saya yah
http://andri.andriani.web.id/2006/09/24/how-to-take-this-150kph-picture/
hehehe
mas Win potoh2 makanan yg dijual sepanjang pinggir sungai itu donk. Biasanya kalo bulan puasa kan ada pasar jajan dan kue khas Banjar.
halah, hebat pisan euy, sambil nyetir sambil motret sambil nelepon pula, kurang satu mas gak sekalian posting :d
aku gak yakin kalau nyetir sambil motret, paling yang dipangku yang motret, he…he…he.
Wahhh aku mau juga kayak mas, motret2….