Bukan orang Indonesia kalau tidak bikin ulah. Bahkan di negeri orang, hukum pun dijadikan guyonan. Saya tak perlu berkisah terlalu banyak untuk menjelaskan apa yang terjadi. Pelototi saja foto di atas. Sebuah kerjasama keisengan antara para perokok nekat dengan pehobi foto. Uniknya, kawan-kawan saya ini manut saja diminta berpose seperti itu.
Waktu itu memang belum banyak orang. Di pelataran Senai Airport Johor Bahru, hari masih gelap meski jam sudah menunjuk pukul 07.00. Kami sedang menunggu flight ke Kuala Lumpur. Mereka yang perokok berat menikmati rokoknya. Saya yang pemotret maniak sibuk merekam kiri-kanan.
Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja ada ide untuk menyuruh para perokok itu berpose di depan tanda larangan merokok. Mumpung belum banyak orang, dan mumpung mereka memang sedang merokok tak jauh dari tanda larangan. Saya jadi ingat posting soal memotret larangan motret ketika di Arab Saudi. Sebuah keisengan yang mungkin kelewat berlebihan.
Saya sendiri lebih memilih menjadi iseng demi “nilai foto”. Meskipun memang berisiko. Tapi, hidup kan konon memang harus bercengkerama dengan risiko, hehehe. Yeah, untuk dapat foto yang luar biasa memang perlu kreativitas yang luar biasa pula.
Tetapi, lepas dari soal kepentingan mengejar “nilai foto” itu, faktanya memang ada semacam kultur melanggar aturan yang telah melekat dalam tabiat sebagian di antara kita. Ketika aturan itu dilanggar berulang-ulang dengan pelaku yang semakin banyak, maka pada saatnya itu akan menjadi hal biasa, hingga pada klimaksnya sebuah pelanggaran bahkan bisa dianggap bukan lagi pelanggaran.
Di Singapura, semua orang, entah penduduk atau turis, sama-sama teracuni pikirannya dengan cerita bahwa penegakan hukum di negeri megapolitan itu begitu keras. Tak tampak polisi di jalan raya, tapi kalau Anda melanggar lalulintas, sebuah rekaman dari kamera yang entah terpasang di mana akan menuntun petugas mengirimkan surat tilang. Di banyak tempat ditulisi peringatan: kawasan ini di bawah pengawasan kamera. Di ruang-ruang publik tertempel larangan demi larangan, yang semua dibubuhi kata-kata by law. Orang akhirnya berpikir seribu kali untuk melanggar, apalagi banyak cerita juga tentang para pelanggar yang dihukum denda ribuan dollar.
Begitu meninggalkan Singapura, soal by law ini selalu jadi tema diskusi. Sampai-sampai ketika makan, ada yang berujar; ayo… harus dihabiskan, kalo nggak bisa kena by law.
Di Johor Bahru, ketika session pemotretan iseng dilakukan, seorang kawan bilang; bye bye by law…
Yang lain menyahut; dasar Indonesia Endonesaahh…!!!
Masa rambut gondrong yang lagi ngetren ya bang..hahahha