Seorang mahasiswa sedang asyik bicara dengan pengemis tua di halte depan kampus Unlam Banjarmasin.
Mahasiswa: Sudah lama bapak mengemis di sini?
Pengemis: Ya… lebih kurang sudah 15 tahun, nak.
Mahasiswa: Wah, sudah lama juga ya… sehari biasanya dapat berapa?
Pengemis: Hmmm, paling sedikit 50 ribu rupiah nak …
Mahasiswa: Banyak juga ya pak…
Pengemis: Lumayan lah nak, untuk keluarga insya Allah cukup saja…
Mahasiswa: Emmm… keluarga ada di mana?
Pengemis: Anak saya semuanya ada 3 orang, yang pertama di ITB Bandung, yang kedua di Unibraw Malang dan yang ketiga di UGM Jogjakarta…
Mahasiswa: Wah, luar biasa sekali bapak ini. Hebat-hebat keluarga bapak ya, dari mengemis saja bapak bisa membuat anak-anak bapak jadi orang semua. Eh… anak bapak itu masih kuliah semua?
Pengemis: Eeeh, enggak lah nak. Semuanya ya mengemis seperti saya…
Hidup memang terasa semakin susah. Di tengah meningkatnya jumlah penduduk miskin, perusahaan-perusahaan pun didera masa sulit. Sebagian memilih merumahkan karyawan, sebagian lagi mengambil keputusan PHK. Pemerintah yang mestinya memberi kesempatan lebih besar kepada rakyat untuk sejahtera, justru mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tambah menyulitkan. Harga-harga dinaikkan.
Tetapi, haruskah mengemis?
Ternyata justru pemerintah yang memberi jalan warganya untuk mengemis. Lihatlah program-program (sebenarnya sih, proyek-proyek) yang dilabeli “untuk rakyat miskin”. Mulai SLT, BLT, kompensasi BBM, dan lain-lain yang namanya aneh-aneh itu. Orang-orang tak berduit dan dicap miskin semakin dimarginalkan saja. Secara terstruktur pemerintah memasukkan mereka ke dalam golongan yang harus dikasihani dan diberi bantuan.
Pelan-pelan, sikap pemerintah ini justru menumbuhkan mental miskin di sebagian masyarakat kita. Mereka tidak saja merasa berkesusahan, tetapi juga hidup dalam cap buruk kemiskinan – yang untuk itu harus mendapat bantuan (disubsidi) supaya survive. Pemerintah boleh dibilang sukses melakukan poor building, pembangunan kemiskinan – setidaknya dalam segenap benak rakyat kita yang kurang mampu. Lagi pula, bagi sebagian pejabat pemerintah, kemiskinan memang harus dilestarikan, supaya proyeknya jalan terus.
Orang-orang miskin di republik ini akhirnya malah mengejar-ngejar kemiskinan. Berebut disebut miskin supaya mendapat subsidi. Kemiskinan kemudian seolah jalan keluar bagi hidup mereka yang susah, karena dengan mengaku miskin, paling tidak ada jaminan subsidi bulanan, yang, meskipun tidak cukup, lumayan juga daripada tidak ada.
“Apa tanggung jawab pemerintah saat ini? Bagaimana mungkin begitu banyak orang miskin dan anak terlantar di negeri yang besar ini? Bagaimana pemerintah merealisasikan UUD 1945, terutama pasal 34?”
Dengan tenang si pejabat menjawab; “UUD mengamanatkan penduduk miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, jadi memang tidak ada kata tanggung jawabnya. Maka, semua yang miskin dan terlantar akan terus dipelihara. Anda ngerti kan? Justru karena dipelihara itulah, jumlahnya jadi bertambah banyak…” ***
saya tidak setuju tuh dengan tulisan anda. Tapi saya sangat setuju!!!. Yang namanya program pemerintah itu ga pernah putus, dengan dalih penuntasan kemiskianan. Nyang satu selesai nyang lain muncul. Namanye juga proyek!!! Tapi, fakta menujukkan bahwa diKaltim (juga daerah lain) yang namanya pengangguran terus meningkat, kemiskinan terus meninggi, gepeng di lampu merah bertambah, garong juga mulai menggila. Jadi semua ini yang ada didunia itu sudah punya peran sendidiri-sendiri, gitu. Ingat lagu Ahamad Albar, dunia ini panggung sandiwara. Nah pejabat-pejabat itu yang perannya buat proyek buat makan keluarganya. Sebagian rakyat peranya ya jadi orang miskin!!!. Itu kan sama aja perang tdi Timur Tengah. Peran orang isrrael itu ya musuhnya orang islam…
Jadi samapai kapan tuh kemiskinan ada? Menurut gue sih, ga bakal hilang tuh kemikskinan…Sampai kapan kecuali kalau tuhan udeh bilang ” Kun Fayakun…”. Oleh karena itu, tugas manusia itu cuma satu.. Berusaha dan berdoa…. No more than that…sweer!!
saya setuju sekali…tulisan MEMBANGUN KEMISKINAN..karena memang pemerintah yang berkuasa sehingga mereka dapat melakukan apa saja..mengambil kebijakan-kebijakan yang terlihat mensejahterakan masyarakat namun ternyata semua kebijakan tersebut dibaliknya membuat masyarakat tertindas dan terus hidup dalam kemiskinan. masyarakat sebagai korban dari kebijakan pemerintah memang ingin berusaha untuk terlepas d ari kemiskinan yang mereka alami tetapi apalah daya..mereka hanyalah orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan. segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau sang penguasa selalu mengandung sesuatu dibaliknya.. yang sudah tentu menguntungkan pihak pengusas tersebut..
agar terlepas dari kemiskinan ini, masyarakat yang miskin harus menyadari bahwa mereka dimiskinkan oleh para penguasa..sehingga dengan kesadaran yang mereka miliki, mereka mampu untuk keluar dari situasi miskin yang mereka hadapi.. tapi hal ini sangatlah mustahil..
saya cukup setuju dengan tulisan anda, namun ini semua sebenarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun tanggung jawab kita bersama, ya mungkin yang menjadi motor utama adl pemerintah jga harus transparan dalam hal ini