Saya termasuk pengemudi yang suka ngebut di jalan. Meski begitu, bukan kategori ugal-ugalan. Prinsipnya sih biar cepat asal selamat. Sayangnya situasi menjadi berbeda ketika saya duduk di kursi penumpang. Setiap kali disopiri, saya suka was-was. Bahkan meskipun yang mengemudi adalah sopir berpengalaman.
Tetapi disopiri itu ternyata ada enaknya juga. Selain bisa tidur (untuk perjalanan jauh), juga bisa motret-motret sesuka hati. Seperti ketika dalam perjalanan menuju Loksado, kebanyakan gambar saya capture dari mobil dalam perjalanan. Tentu menjadi sulit memotret ketika mengemudi sendiri. Meskipun kadang-kadang, dengan sedikit nekat, bisa juga dapat gambar seperti posting saya sebelumnya di sini.
Ada banyak tantangan ketika kita sedang memotret dalam keadaan melaju di jalan raya. Selain momen menarik yang bisa terlewat, juga perlu sedikit pemahaman mengenai teknis kamera. Sebab salah setting bisa bikin gambar shake tidak karuan. Urusan tone juga harus hati-hati, mengingat kebanyakan kaca mobil sudah diberi film pelapis yang mendistorsi warna alami di luar sana.
Di tengah perjalanan, sambil jeprat-jepret pemandangan, saya iseng men-set kamera ke posisi low speed dengan bukaan diafragma lebih tinggi. Sopir saya minta memacu mobil tak lebih dari 60 km/jam, supaya jeda rekam setelah memencet shuter kamera tidak terlalu lama, lantas bisa memperoleh efek melaju yang luarbiasa.
Hasilnya? Tengoklah dua foto di posting ini. Framing berhasil membekukan sepotong perjalanan, menjadi benar-benar tampak freeze. Ada kesan mobil sedang melaju di kecepatan sangat tinggi. Padahal itu hanya efek freezing dengan low speed shuter. Tidak benar-benar melaju.
Ada beberapa kawan yang setengah tidak percaya, ketika saya bilang bahwa untuk memperoleh gambar seperti ini cukup memakai kamera digital saku sekelas Nikon Coolpix 5600 saja. Dengan SLR digital tentu akan lebih maksimal lagi, karena selain fasilitas freezing-nya pasti lebih baik, pengaturan speed dan diafragma juga pasti lebih leluasa. Tetapi, digital pocket sekarang sudah semakin canggih. Kecil-kecil cabe rawit. Fasilitasnya lengkap, resolusi gambar tinggi, tinggal pandai-pandai mengoperasikan saja.
Fotografi, seperti pernah saya bahas di posting sebelumnya, adalah perpaduan momen, feeling dan teknik. Alat yang canggih tak akan berarti bila secara teknik kita tidak menguasai. Alat canggih dengan penguasaan teknik yang memadai juga percuma, jika momennya biasa-biasa saja. Di atas semua itu, feel tetap menjadi penentu. Dengan feel yang baik, yakinlah, alat yang sederhana dan momen yang biasa saja bisa juga menghasilkan karya foto sempurna.
Saya sendiri merasa belum punya feel yang cukup, meskipun, jujur saja, saya selalu bangga dengan foto-foto jepretan saya. Oh iya. Foto-foto Loksado Trip sebagian sudah saya upload di Galeri Foto Windede. Sila singgah bila berkenan.
seraaaaaaaaaaam
it must have been driven damn fast there
wah saya salut dgn pengalaman jelajah negeri nya.aku juga pernah ke loksado…..tapi nggak bisa ambil foto sebagus anda!
kamera cuma sebuah kamera digital biasa…tapi hasilnya cukup membanggakan bagi aku pribadi.
plis buka blog aku.kita berbagi pengalaman lah dlm hal tulis menulis di layar komputer yg kadang bikin aku heran kenapa ya dunia makin canggih???