Sekadar Catatan Mudik Lebaran (1)
Mudik telah dimulai. Dalam “keterasingan” di ujung Indonesia, thank to Telkomnet Instan yang [akhirnya] memberi koneksi – setelah dua hari error. Makasih lebih banyak lagi untuk Mr Ogi, kawan yang menganjurkan saya membawa laptop saat mudik. Sekarang, setidaknya, saya tak terlalu kesepian. Dampak buruknya paling-paling tagihan bulanan telepon rumah mertua membengkak.
Perjalanan dimulai dengan pesawat udara dari Syamsuddin Noor Banjarbaru ke Juanda Surabaya. Harapan memperoleh seat di extra flight Citylink pada siang hari pupus sehingga kami harus rela memakai tiket sore untuk penerbangan lanjutan ke Mataram. Syukurlah ada free lounge untuk pemegang Mandiri Visa sehingga setidaknya bisa beristirahat lebih lega. Anak-anak tampak ceria saja, terutama karena mereka sempat keliling sebentar dengan troli.
Hari mulai gelap ketika panggilan untuk boarding flight ke Mataram terdengar. Bergegas adalah pilihan terbaik karena kami memang sudah lelah hampir 6 jam menunggu. Sore itu, ruang penumpang Citylink sore Surabaya-Mataram terisi tak lebih dari 30 orang saja.Entahlah, mungkin karena penumpang lain sudah numpuk di penerbangan siang. Atau, semacam pembuktian bahwa Garuda keliru memprediksi jumlah penumpang sehingga dagangan extra flight mereka tak cukup mendulang uang.
Buka puasa akhirnya dilakukan di dalam pesawat, atas dasar komando kapten pilot yang memberi aba-aba waktu berbuka. Kami tiba di Selaparang Mataram pukul 19.00 waktu setempat. Setelah berbenah bagasi dan tetek bengek lain, langsung menuju rumah keluarga untuk beristirahat. Maklum, besok pagi-pagi buta setelah sahur kami harus langsung cabut menuju Sumbawa.

Dari Kayangan (Pulau Lombok) kami menyeberang ke Dermaga Poto Tano (Pulau Sumbawa). Ini adalah pengalaman ke empat bagi saya ke Pulau Sumbawa. Dan perjalanan laut yang hanya 1 jam lebih sedikit itu selalu memberi pengalaman baru. Kemarin, dari atas kapal ferry, saya lebih banyak memotret lanskap laut dan perbukitan Pulau Sumbawa. Bagi Anda yang belum pernah ke sini, baiklah saya berpromosi; laut dan bukit-bukit di Sumbawa sungguh eksotik sekali.
Tepat pukul 11 kami sudah sampai di gerbang kota Sumbawa Besar. Artinya, perjalanan lebih kurang menghabiskan waktu selama 6 jam. Langsung menuju kediaman mertua di kawasan Raberas, Seketeng. Keramahan penduduk lokal dan sambutan luarbiasa dari keluarga membuat rasa penat langsung pudar. Saya memilih membersihkan diri dan istirahat sebentar. Istri tentu saja langsung sibuk bergosip dan menjelaskan dari A sampai Z segala hal soal Safa dan Afif. Bayangkanlah bagaimana hebohnya setiap nostalgia.
Sore langsung diajak jalan adik ipar ke pantai. Menikmati senja sambil memesan ikan bakar yang segar. Ikannya baru ditangkap, langsung disiangi dan dibakar di tempat. Saya juga memilih dua ekor cumi besar yang tampak demikian menggiurkan. Pesta besar dilakukan tepat di malam lebaran.
Demikian…
(1 Syawal 1426, …dari kampung Raberas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat.)
[bersambung ke Sapi, Semeri & “Topat Petikal”]
itu putra mas win lucu cakep cakep..:)
iya om win, anak2nya lucu2… btw, koq ga ad yg mirip om win yak?
pengen dong ke sana lagi