Anda pernah menyumbang sesuatu untuk solidaritas korban bencana Aceh? Yakinkah Anda sumbangan itu benar-benar sampai dan dirasakan manfaatnya oleh saudara-saudara kita di sana?
BANYAK yang bertanya kenapa Radar Banjar Peduli (RBP) harus repot-repot pergi ke Nanggroe Aceh Darussalam, untuk mengantar sumbangan yang masuk lewat Dompet Peduli Aceh Radar Banjarmasin? Kepada setiap orang yang bertanya, saya dan pengurus RBP lain selalu mengatakan bahwa RBP dititipi amanah oleh masyarakat Kalsel, dan perjalanan ke Aceh adalah bagian dari memenuhi amanah itu. Kalau dana yang masuk akhirnya dititipkan ke lembaga lain lagi, tidakkah lebih baik warga yang hendak menyumbang disuruh datang langsung ke lembaga itu saja!
Tetapi ini jawaban sebelum kami melihat sendiri kondisi di Aceh. Sesampai di lokasi bencana, dan melihat sendiri bagaimana pola distribusi bantuan yang kacau balau, RBP akhirnya berkeyakinan, mengantar langsung sumbangan ke Aceh adalah pilihan tepat. Selain itu, RBP juga bisa menimbang secara lebih bijak, akan disalurkan dalam bentuk apa dana yang terkumpul.
Di lokasi bencana, sulit berharap sumbangan bisa terdistribusi secara tepat sasaran, kalau tak diurus sendiri. Sebab, memang tak ada perangkat dan personel yang bisa melakukan hal itu di Aceh. Aparat pemerintahan setempat, selain sibuk melakukan rekonstruksi pasca bencana, juga menjadi bagian dari korban bencana. Pun begitu dengan aparat militer maupun polisi.
Contoh penyaluran bantuan yang baik diperlihatkan sejumlah relawan asing. Selain membawa bantuan dari negaranya, mereka juga membawa perangkat yang lengkap, mulai kendaraan untuk distribusi barang bantuan, hingga peralatan medis lapangan seperti tenda rumah sakit maupun mobil klinik.
Di lain pihak, di gudang-gudang penumpukan bantuan dari masyarakat Indonesia masih sangat banyak barang yang belum tersalur. Tak ada yang bisa memastikan kapan dan dengan cara apa barang-barang itu didistribusikan. Begitu juga, tak ada data yang cukup untuk mengetahui, dari mana saja bantuan itu berasal. Betapa menyedihkannya bagi para penyumbang, apabila sumbangan yang disampaikan secara tulus ikhlas untuk membantu saudara-saudara yang tengah tertimpa bencana, ternyata menumpuk tanpa perlakuan yang jelas.
Sumbangan dalam bentuk uang pun seperti itu. Katakanlah warga Kalsel mengumpulkan dana 1 miliar, lantas dana tersebut disetorkan ke Bakornas untuk disalurkan ke Aceh. Sampai kapan pun, warga Kalsel yang menyumbang tak akan pernah dapat laporan, dipergunakan untuk apakah gerangan sumbangan yang mereka sampaikan.
Sejumlah pihak yang kami temui di Aceh mengatakan, ada fenomena unik dalam penanganan bencana di Aceh. Lembaga pemerintah yang mengurusi bantuan masyarakat, lebih “senang†menerima bantuan dalam bentuk rupiah untuk “disalurkanâ€. Kalau dalam bentuk barang, nanti dulu, soalnya mengurus barang jauh lebih repot daripada mengurus uang.
“Nah, sampai sekarang, kita tak pernah tahu, bantuan dalam bentuk rupiah yang diurus lembaga pemerintah itu disalurkan ke Aceh dalam bentuk apa. Sebab memang tak pernah ada laporannya,†kata Syaifuddin, salah seorang relawan.
Dari pengalaman dua kali ke Aceh, RBP, yayasan yang dibentuk Radar Banjarmasin bersama Dompet Dhuafa Republika ini, akhirnya memutuskan membantu pembangunan kembali dua bangunan pesantren yang rusak. Selain itu, RBP juga telah menyalurkan langsung bantuan-bantuan lain seperti pakaian muslimah baru, baju koko baru, kerudung/jilbab, buku yasin, dan obat-obatan. Bahkan, pada keberangkatan pertama, sepekan setelah bencana, Tim RBP juga menyalurkan bantuan sembako yang saat itu sedang sangat dibutuhkan.
Hasil keberangkatan ke Aceh tahap dua sudah menghasilkan keputusan, pesantren mana yang akan dibantu. Pesantren pertama adalah Pesantren Tengku Umardian di Indrapuri, yang bangunan sekolah serta asrama santrinya hancur dihantam gempa. Kemudian, Pesantren Dayah Terpadu Inshafuddin di kawasan Lamprit, Banda Aceh, yang bangunannya rusak diterjang tsunami.
“Dengan keputusan ini, mudah-mudahan amanah warga Kalsel kepada RBP bisa kami laksanakan dengan baik dan tepat guna, sesuai harapan mereka yang menyumbang. RBP juga bisa memberi laporan yang jelas dan transparan kepada para penyumbang di Dompet Peduli Aceh Radar Banjarmasin, ke mana dan untuk apa saja dana yang masuk ke RBP disalurkan,†kata Ketua Umum RBP, Ogi Fajar Nuzuli.
Kita tentu saja tak mungkin menyelesaikan semua hal di Aceh, karena penanganan di lokasi bencana memang luar biasa berat. Tetapi, paling tidak, melalui RBP, warga Kalsel bisa membuat “monumen solidaritas†di negeri Tanah Rencong, dengan mencatatkan simpati dan kepedulian lewat bantuan di dua pesantren tersebut. Sehingga, bukan sekadar publikasi daftar para penyumbang yang setiap hari ditampilkan secara jelas. Penyaluran sumbangan pun dibuat transparan, langsung ke titik sasaran. ***