Maka di berita-berita televisi, radio dan koran, pasangan SBY-Kalla sudah mulai disebut sebagai “presiden yang baru” meski belum secara resmi dinyatakan menang. SBY pun sudah pula menyampaikan “pidato syukuran” beberapa jam setelah perhitungan suara dimulai. Sementara kubu yang kalah memilih “menunggu nasib” hingga pengumuman resmi 5 Oktober nanti.
Kita memang telah melewati sebuah proses demokrasi baru. Memilih presiden secara langsung itu sungguh sesuatu yang sebelumnya tak terbayangkan. Betapa pun masih terdapat banyak kekurangan, toh prosesnya berjalan lumayan baik. Kecurangan-kecurangan yang terjadi di beberapa tempat itu menurut saya memang harus terjadi. Supaya ada dinamika dan kita kebagian pengalaman berharga.
Kecenderungan SBY-Kalla memenangi pertarungan membuat orang sudah kurang bergairah menunggu pengumuman resmi 5 Oktober. Biarlah perhitungan terus berjalan, toh pemenangnya sudah ketahuan. Rasa ingin tahu kita –yang begitu manusiawi– akhirnya bergeser ke soal-soal lain, semisal siapa yang nanti duduk di kabinet SBY-Kalla.
Yang saya salut, dengan grafik perolehan suara sebegitu jauh, kubu yang kalah masih berusaha menujukkan sikap optimis. Mereka bahkan getol menyoal sejumlah “perselisihan” di beberapa TPS yang sebenarnya hanya soal beberapa puluh suara. Yang kalau pun suara di TPS berselisih itu berhasil direbut, tetap tak sebanding dengan selisih kekalahannya.
Begitulah. Sebagai hiburan 5 tahun sekali, pemilihan presiden secara langsung ini dalam banyak hal memang masih kalah menarik dari telenovela.
1 thought on “Bergesernya Rasa Ingin Tahu”