Coba bayangkan ini: Anda datang ke sebuah pesta pernikahan, melahap makanan yang disajikan di ruang resepsi, kenyang dan bersendawa. Ketika hendak pulang, Anda diberitahu bahwa makanan yang disajikan itu ternyata menu spesial dari si tuan rumah: daging manusia yang dipanggang!
Ini bukan cerita bohongan. Ini benar-benar terjadi di Kota wisata Nara, sebelah barat Manila, Filipina. Daging manusia itu disajikan dalam sebuah pesta pernikahan. Dan jangan kaget, manusia naas yang dijadikan hidangan spesial itu adalah salah salah seorang tamu pesta pernikahan itu. Ceritanya, si tamu naas ini iseng mencolek pantat mempelai wanita. Aksinya diketahui adik mempelai, yang kemudian seketika itu juga merancang prosesi kanibalisme. Si iseng dibawa ke hutan dekat tempat acara, dibunuh, dipotong-potong, lantas dibakar. Sebagian potongannya (yang tentu saja sudah dibakar seperti daging sapi) dibawa ke tempat resepsi untuk dihidangkan!
Mencolek pantat mempelai wanita dalam sebuah pesta pernikahan tentu saja perbuatan paling kurang ajar. Tetapi menghukum dengan menjadikan tubuh si pencolek santapan pesta juga sungguh keterlaluan.
Ah. Sumanto memang tidak sendiri. Manusia pemakan manusia sudah ada sejak zaman baheula. Dari ritual atas nama “pembersihan dosa” sampai yang melakukannya atas nama jiwa yang terlanjur gila. Tentu saja tak ada alasan paling masuk akal untuk membenarkan perbuatan ini. Cukuplah kita menghela napas dan berdoa semoga tubuh kita terjaga dari incaran pemakan daging manusia.
Gigitlah lenganmu sekarang, satu gigitan saja. Apakah lebih gurih dari daging sapi?
Munkin lg lapar aja xali tu orang ………..ga ada daging ya makan tempe
………………………………………………….ga ada tempe ya makan tahu
………………………………………………….ga ada tahu ya makan nasi
…………………………………………………..ga ada nasi ya itu dia
……………………………………………………ga ada dia ga ada korban
……………………………………………………..ga ada koran laper xali