Banyak orang mungkin lupa, 10 tahun yang lalu, harga bensin masih Rp1.200. Seribu dua ratus rupiah, kawan. Pada masa sekarang, buat bayar ongkos parkir pun sudah nggak dapat lagi. Kalau belanja di mini market, duit segitu malah kerap dikonversi menjadi sebutir permen sebagai pengganti koin kembalian. Harga solar lebih murah lagi, hanya separonya, dan karena itu dulu banyak orang memilih beli mobil diesel supaya irit bahan bakar.
Sejak tiga tahun lalu, hingga hari ini, seliter bensin sudah terdongkrak jadi Rp4.500. Beberapa hari ke depan bakal naik lagi jadi Rp6.000. Begitu dahsyat “pertumbuhan†ekonomi sehingga dalam waktu 10 tahun, harga BBM melambung 500 persen. Tentu bukan cuma Indonesia yang merasakan hal ini. Sebab kenaikan harga BBM juga megikuti meledaknya harga minyak mentah dunia – yang gila-gilaan itu.
Ah, tapi kita tak perlu pusing membincangkan angka-angka. Tengok saja info grafik yang saya kutip dari Harian Jawa Pos itu (klik pada gambar untuk memperbesar). Betapa sebenarnya kita ini makhluk yang gampang lupa dan karena itu, ketika BBM harus naik lagi, sebenarnya rakyat paling miskin pun hanya perlu sedikit waktu untuk beradaptasi. Bahwa pemerintah was-was dengan keputusan menaikkan harga BBM, mungkin hanya karena pejabatnya takut kehilangan jabatan. Tak jauh-jauh lah dari urusan menyelamatkan kedudukan.
Itu sebabnya, sebelum harga naik, ada semacam usaha menghimpun respon masyarakat. Sinyal-sinyal bakal terjadi kenaikan harga BBM dilempar ke publik. Pejabat-pejabat mengeluarkan omongan bersayap, yang saking hebatnya sayap itu ucapannya terbang melayang-layang bikin penasaran. Orang-orang diberi waktu untuk marah-marah dulu, melampiaskan semua kekekesalan. Yang mau demo silakan demo, sampai energinya terkuras sendiri. Yang suka berkomentar, bikin pernyataan, menulis artikel, termasuk ngoceh di blog seperti ini, dibiarkan sibuk sesuka-suka hati. Begitu semua lelah, antiklimaks, barulah gong ditabuh: BBM benar-benar naik.
Gonjang-ganjing tak bisa dihindari. Rumusnya memang sudah begitu. Orang miskin pasti berteriak meski ada iming-iming BLT. Orang kaya ikut ngomel karena walaupun hidupnya tetap nyaman, pasti akan ada pembengkakan biaya di mana-mana, dan itu artinya tombol (-) di kalkulator bakal lebih sering dipencet ketimbang tombol (+) seperti hari-hari sebelumnya. Orang menengah, yang miskin tidak tapi kaya juga belum, akan sama pusingnya. Bahkan bakal paling pusing dibandingkan yang posisinya jelas-jelas miskin atau jelas-jelas kaya.
Tetapi itu tidak lama. Hanya beberapa hari, beberapa pekan, atau kalau apes pun ya sampai beberapa bulan. Setelah itu orang harus kembali pada hidupnya lagi. Harus menata diri sebaik mungkin supaya bisa bertahan di dunia yang makin kejam ini. Sampai akhirnya terbiasa, lalu lupa kalau BBM pernah naik.
Kalau prosesnya lambat, ada banyak cara untuk mempercepat. Teori manajemen isu mengajarkan banyak penyelenggara negara untuk membuat skenario di mana sebuah isu ditenggelamkan oleh isu yang lain. Seorang kawan malah sibuk bikin tebak-tebakan, kira-kira isu apa yang akan digelindingkan (atau seolah-olah menggelinding sendiri) untuk melawan isu protes nasional pasca kenaikan harga BBM nanti. Tebakannya macam-macam. Dari soal wabah flu burung, kekisruhan sosial atas aliran sesat, atau yang sudah basi seperti terorisme.
Orang akan lupa memprotes kenaikan harga BBM karena ada isu lain yang lebih menarik perhatian. Dan itu pasti ada. Percayalah. Kalau nasib baik, pejabat pemerintah yang dituntut mundur akan terselamatkan oleh isu baru itu. Tetapi bisa juga tidak mujur, kalau misalnya yang dimaksud isu yang “lebih menarik perhatian†itu justru peristiwa runtuhnya rezim oleh people power, seperti kejadian 10 tahun silam.
Usaha melawan kekuasaan sesungguhnya adalah usaha melawan lupa. Itu kata Milan Kundera, dulu sekali. Kita memang gampang lupa, segampang kita menjadi makhluk pengadaptasi perubahan seekstrem apapun. Jangankan bensin naik jadi Rp6.000 per liter, dilipat lagi sampai Rp9.000 per liter pun sebenarnya kita akan mampu beradaptasi. Dan selama proses adaptasi itu, kita akan marah-marah sebentar, sebelum akhirnya lupa.
Inilah mungkin yang menjadi modal pemerintah sekarang menaikkan harga BBM. Kepercayaan bahwa teori lupa Milan Kundera akan menyelamatkan, termasuk atas citra yang sedang dibangun untuk kepentingan suksesi kepemimpinan 2009.
Jadi, mari menikmati harga baru BBM.
Kebijakan kenaikan BBM boleh di tangan pemarintah dan silakan dilupakan. Tapi, kata orangtua bahari, yang tetap harus diingat soal rejeki kayaknya tetap dari Tuhan…
setuju dengan bang eddy, mau BBM naik mau turun, rejeki ituh kan dari Yang Di Atas.
Kalau menurut pandangan ulun yang masih sedikit pengetahuan, kenaikan BBM sebenarnya akan berimbang dengan kenaikan pendapatan masyarakat (terutama untuk yang bukan orang-orang gajihan).
Maksudnya, ketika BBM naik, sopir taksi juga menaikkan harga angkutan, tukang ojek demikian, tukang sayur pun demikian.
Tukang ojek yang biasanya narik Rp10 ribu untuk jarak 5 Km, dengan alasan naik BBM bisa menaikkannya menjadi 15-20 ribu. Dengan menaikkan harga seperti itu, otomatis pendapatan mereka juga naik toh.
Meski terkesan terjadi penaikan semua harga kebutuhan, pada prinsipnya yang terjadi itu hanyalah pengecilan nilai uang.
Seperti yang sampeyan katakan bahwa dulu dengan Rp1.200 kita bisa beli bensin, sekarang cuma cukup untuk bea parkir. Yach, bahwa dulu dengan Rp5000 kita bisa makan tiga sampai empat kali, sekarang cuma cukup untuk satu kali.
Jadi setuju juga dengan yang sampeyan utarakan bos, bahwa kita cuma butuh proses adaptasi.
Problema yang sangat akan terasa adalah bagi mereka yang bekerja sebagai orang gajian. Yaitu ketika semua barang kebutuhan naik, gaji mereka tetap begitu saja. Mereka itulah yang mungkin akan menjerit keras dengan kebijakan penaikan BBM ini.
Setuju bos??? Huaahaa, panjang anae skalinya…
terlepas dari itu semua.. BBM akan terus naik harganya.. sudahkah kita memulai mencari solusi energi alternatif?
bbm naik bagus aja QU pikir
HAHAHHA
teorinya mas windede betul sekali…
habis bbm naek, sekarang ada isu kekerasan FPI.
perlu ada pertanyaan besar nih… 😀
Betul mas edwin. Rakyat kita memang sering lupa. Kenapa ? Sudah terlalu banyak persoalan yang menghimpit kehidupan mereka. Bila kita menengok kehidupan pertani di kampung-kampung, mereka hanya berfikiran bagaimana sawah yang akan mereka tanam menghasilkan bulir-bulir padi yang berlimpah, demi kehidupan mereka sekeluarga. Tatkala padi mereka tumbuh, mereka lalu butuh pupuk.
Di saat itu harga pupuk pun naik. Lalu, ketika padi mulai menguning, hama pun menyerang. Petani terpaksa haru menyemprot dengan pestisida, yang harganya pun tak tanggung. Ketika mau panen, harga gabah kering giling jatuh. Begitulah nasib petani kita. Mereka lupa, bahwa pemerintah ternyata juga telah menaikkan BBM yang berimbas kepada naiknya harga bahan pokok. Gambaran itu, merupakan potret rakyat kita . Tak hanya petani, supir angkot pun sibuk mengejar setoran. Bagi hasil narik seharian diharapkan mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anak.
Kita semua memang mudah lupa, karena asyik dengan beban kita masing-masing. Begitupula Mas Edwin, udah sibuk ngurus JPNN. Lupa pada semua. Tak hanya lupa, kita juga sering buta. Buta pada siapa saja. Buta bahwa diri kita hanya kambing congek. Kita buta, untuk siapa kita bekerja ? Lalu, kepada siapa kita mengabdi ?
oi kanciang,,
den mimta teori lupa,,
apo nan ank kalua ko anjiang,,
Happy Friday! The Search API now supports real user IDs. And tweet entities for URLs, media and hashtags. http://t.co/IAjOAf9D ^TS
This is my first comment here! Really nice blog, thanks!
It is the best time to make some plans for the longer term and it is time to be happy. I have learn this submit and if i may just I wish to suggest you some fascinating issues or tips. perhaps you could write subsequent articles concerning this article. I desire to read more issues approximately it!
It is the most effective time to form some plans for the long run and it is time to be happy. I even have learn this submit and if I will simply I would like to recommend you some fascinating problems or tips. maybe you may write subsequent articles concerning this text. I want to browse additional problems approximately it!