Lagi-lagi wakil rakyat. Betapa memuakkan sebenarnya membincang orang-orang politik yang kebanyakan berhati busuk itu. Mereka merebut kursi dengan jiwa serakah penuh intrik dan tipu daya. Setelah berhasil duduk, korupsinya lebih dominan dibandingkan pemenuhan kewajiban yang labelnya begitu mulia: pengabdian.
Ah, hari gini, mengabdi untuk nusa bangsa? Kok ya kita ini masih saja percaya. Dalam balutan penampilan sok wibawa, pidato menggebu orang politik memang terus melenakan siapapun. Mereka bicara tentang kepedulian pada rakyat, keberpihakan terhadap yang lemah, juga seolah-olah pembelaan sepenuh hati kepada penegakan rasa keadilan. Buktinya, mereka bahkan sudah jahat sejak dalam pikiran.
Kita pasti tergoda untuk membela sebagian orang politik itu dengan bilang, ah, tak semuanya begitu. Masih ada yang punya nurani, berpolitik dengan bersih dan pakai hati. Apa iya?
Bahkan dalam proses awalnya saja politik itu sudah kotor. Anda harus memoles diri menjadi dewa-super-baik-hebat-sempurna meski sekadar pura-pura, supaya orang memilih Anda. Itu saja tidak cukup. Pemilih harus disogok juga dengan macam-macam cara, entah money politic atau sekadar kesan baik. Orang politik menyebutnya biaya politik. Juga siasat dan strategi mencapai tujuan politik. Toh sebenarnya tetap saja; semua itu kotor.
Politik juga kejam, lebih sering bahkan tak beradab samasekali. Mereka biasa dengan gelak tawa membincangkan nasib orang-orang miskin di sebuah coffee shop hotel sambil menghitung-hitung fee proyeknya kalau perjuangan “membela†orang miskin itu berhasil. Di lain waktu, sudah lazim sekumpulan anggota DPR memusatkan pembahasan sebuah persoalan dengan menyewa ruang rapat hotel berbintang, lengkap dengan kamar untuk masing-masing orang, padahal, kita tahu gedung wakil rakyat yang megah itu punya banyak sekali ruang pertemuan – dan untuk urusan tempat tidur, setiap wakil rakyat telah pula mendapat rumah dinas, yang bagaimana pun kondisinya, pasti lebih baik dari rumah rakyat kebanyakan.
Tengoklah penangkapan dan pengungkapan kasus suap-menyuap para politikus atau pejabat, yang hampir selalu terjadi di kamar hotel. Itulah orang-orang yang mengurus republik ini, yang kalau tampil di hadapan publik selalu saja alim seolah bebas cela, dan ketika kedapatan berlaku buruk atau terbongkar aibnya, pasti punya seribu satu alasan membela diri.
Ketika Al Amin, yang namanya begitu indah dan bagus itu, tertangkap KPK dengan tuduhan terlibat suap-menyuap, sungguh kita tak perlu kaget. Dia hanya sedang sial saja – atau dengan kata lain tak semujur pelaku suap-menyuap yang lain. Sebab soal fee, komisi, uang terima kasih, gratifikasi, dan apapun namanya itu, adalah soal lumrah bin lazim di dunia politik kita. Maklum, berapalah gaji seorang wakil rakyat? Berapalah gaji menteri, gubernur, walikota atau bupati? Mana mungkin cukup membiayai ongkos hidup dan ongkos politik mereka yang super-mahal. Dari mana menutupi kekurangan kalau tidak dari menerima sogok atau korupsi?
Banyak sekali politikus dan pejabat, yang hidup berkelimpahan harta, sungguh kaya-raya sekali dia, padahal kita tahu dengan pasti gajinya dilipat tiga pun belum tentu cukup memenuhi semua itu, sementara dia juga tak punya bisnis lain yang kasat mata. Apalah lagi bisnisnya kalau bukan korupsi, terima komisi sana-sini. Giliran tertangkap, ngakunya jualan permata.
Dan Indonesia terus saja digerogoti para bangsat benalu, orang-orang jahat pengelola republik yang tak tahu malu. ***
enakknya tidur i kursi panass…
tapi inget ama neraka yg panas ya pak dpr…
Thanks….😀
Mungkin saatnya perubahan total dimana itu pernah dilakukan oleh Presiden bulan Juni 1959, inget? 🙂
Terlepas dari itu semua, setidaknya masing-masing dari kita bisa fahamkalau amal dan perbuatan di dunia ini akan diminta pertanggung-jawabannya kelak di akhirat..
kasihan negri ini…dikuasai orang2 yang serakah
Cape dehhhh….ngomentarinnya….nggak ada hasil, koment dan segala kecaman dianggap sepi oleh mereka….
repot kalo punya wakil rakyat kayak gini 😀
halow oom dede… lama tak kemari 😀
Ongkos jadi wakil rakyat memang mahal. Gajinya juga banyak dipotong oleh partai. Belum lagi untuk “biaya” memelihara preman…., hehehe jadi ingat tulisan “dulu” yang mau dikomplain Ibnu Sina.
Ahai … politik sebagai konsep bagus aja kali, yang ngak bagus ketika ‘dijalankan’ oleh pelaku (politikus), apalagi sambil tidur-tiduran, dan … diut-duitan.
Ahha.. kalau liat foto itu, jadi ingat dulu sekitar tahun 91, pernah masuk dan duduk di baris ke dua dari depan ruang sidang utama MPR. Memang luar biasa nyaman ruangan itu, akhirnya dapat memaklumi kalau kemudian banyak yang tidur. hihihi…
Tapi ada satu yang dibayangkan, bagaimana rasanya kalau burung garuda di atas pimpinan sidang yang beratnya di atas 1 ton itu jatuh, pasti luar biasa.
😀
♣ Salam, Om.-
tanggapan gw sederhana saja.kalau bapak masuk dlm arena politik,apakah akan masih berkata demikian.ngomong dipinggir seh,gw juga berani….klo gw seh gak usah diragukan lagi,pasti akan korupsi.karna itu adalah bagian dari privacy gw…wajib lagi korupsi.
Yang jelas korupsi, komisi, dan gratifikasi dah menjadi life style para penyanyi gosip jalanan
To : Haris ketetapan hati untuk korupsi kok di banggakan, istigfar lah…dek kematian itu bisa datang kapan saja dan dimana saja
Kasus Bulyan Royan Sontoloyo, salah satu kasus anggota dpr yang ketangkap KPK, kalau lihat jenggot dan kopiahnya kemungkinan partainya juga terlibat, lagu lama dana setoran untuk partai. Hidup Partai Bulyan Royan. Partai orang2 yang Sontoloyo.