Skip to content

WINDEDE.com

Menu
  • Home
  • Esai
  • Kontemplasi
  • Inspirasi
  • Perjalanan
  • Fotografi
  • Budaya
  • Politika
Menu

Pagi Berasap Setiap Hari

Posted on 27 September 2006

Asap menyelimuti bumi setiap pagi...

SEMAKIN diperbincangkan, semakin menjadi. Inilah asap yang menyerang kampung saya dua minggu terakhir. Di koran-koran dan televisi ramai orang bicara soal pembakaran lahan hutan dan perkebunan, ancaman penyakit ISPA, juga ketegangan dengan negara tetangga karena ekspor kabut beracun. Toh, asap tetaplah asap… dan saya tetap harus hidup di rumah yang setiap pagi sudah tak ada bedanya dengan cerobong asap.

asappppppppAnak-anak saya mulai batuk. Badan mereka demam. Tak ada jalan untuk menghindar apalagi memilih udara yang harus dihirup. Saya pengidap asma, dan beberapa hari terakhir sudah merasakan dada menyesak. Di rumah, saya baru berani keluar kamar setelah jam 9 pagi, ketika matahari secara perlahan menembus kabut beracun itu dan, entahlah, apakah membuat asap naik ke angkasa atau menjatuhkannya ke tanah.

Setiba di kantor asap masih membaui seluruh penjuru ruangan. Beberapa rekan yang harus bekerja malam hingga dinihari merasakan siksaan yang lebih hebat lagi. Maklum, asap tebal itu menyelimuti kampung kami sejak pergantian hari hingga matahari terbit keesokannya.

Kabut asap sebenarnya bukanlah barang baru. Setiap tahun saya dan semua penduduk kampung ini pasti mengalaminya. Biasanya dalam kurun waktu 2 minggu hingga 2 bulan. Tergantung seberapa panjang kemarau datang. Maklum, di saat kemarau inilah orang-orang mulai membakar area kebun dan sawah mereka, untuk menyongsong musim tanam ketika penghujan tiba. Tak ada jalan lain untuk membersihkan lahan kecuali dengan membakar. Apalagi bekas bakaran itulah yang justru diharapkan menyuburkan tanah.

Kecuali itu, asap juga membubung dari lahan-lahan gambut yang terbakar sendiri. Sebagian besar wilayah di sekitar kampung saya adalah areal gambut, yang saat kemarau sangat mudah terbakar. Bahkan hanya dari gesekan semak kering yang ditiup angin, api menjadi. Tak ada akal untuk memadamkannya, karena kebakaran terjadi di tengah lahan gambut yang tak mungkin dijangkau mobil pemadam.

Hari-hari terakhir ini kami seperti hidup di negeri kabut yang berbau. Jarak pandang di jalan raya tak lebih dari 20 meter. Orang-orang menyalakan lampu kendaraan, menutup wajah dengan kain basah atau masker sekadarnya. Siang hari agak lumayan, meskipun udara tetap tidak sehat. Malam bertambah dingin dan pagi adalah saat-saat terburuk. Keluyuran di luar sama tidak sehatnya dengan berdiam di rumah. Sebab asap mengepung seisi ruangan lewat celah-celah ventilasi.

Lelah memprotes pemerintah. Tak ada regulasi apapun untuk mengurusi pembakar lahan. Atas nama kemanusiaan, urusan begini menjadi ditoleransi karena katanya para petani adalah orang-orang yang juga mesti dilindungi. Tapi apa gunanya pertanian maju kalau penduduknya jadi penyakitan semua?

Tahun-tahun sebelumnya pemerintah mengantisipasi dengan melakukan hujan buatan. Hasilnya cukup lumayan, karena guyuran air hujan sangat cepat menghilangkan asap. Tahun ini, tak terlihat ada gerakan; kecuali sekadar membagi-bagi masker. Bayangkan, apa nyamannya pakai masker seharian?

Begitulah. Sekadar keluh kesah dari seorang anak kampung yang sedang dikepung asap…

Like & Share

11 thoughts on “Pagi Berasap Setiap Hari”

  1. unai berkata:
    27 September 2006 pukul 14:12

    Membagikan masker emang nggak bijak, mosok nggak ada alternatif penanganan lainnya pak? wah kalo saya di sana sudah bengek deh ngirupin asep terus

    Balas
  2. Anang berkata:
    27 September 2006 pukul 20:12

    bahaya asap…. hati hati pak!

    Balas
  3. Luigi berkata:
    27 September 2006 pukul 20:39

    nampaknya perlu dikenakan sangsi ekonomi baru bisa membuat regulator kebakaran jenggot, carrots & sticks approach nampaknya kurang mengena-mesti sticks & sticks.

    Mudah2an kunjungan in imenjumpaimu dalam keadaan sehat, salam kangen dari afrika barat.

    Balas
  4. Tina berkata:
    28 September 2006 pukul 02:17

    Duh, ikut prihatin.. Semoga asapnya cepat berlalu..

    Salam.

    Balas
  5. topan berkata:
    28 September 2006 pukul 09:39

    heran….! tiap taon selalu terjadi kok tidak ada antisipasi ya….! gemblong bener2 gemblong negri ini.

    Balas
  6. Bangsari berkata:
    28 September 2006 pukul 12:12

    herannya yang mbakar kok ya kapok-kapok gitu lho. apa mau nunggu ngga ada lagi yang bisa dibakar?

    Balas
  7. didats berkata:
    28 September 2006 pukul 12:22

    yang tau situasi kotanya kan mas sendri,
    kira kira ada ga sih yg bisa dilakukan?

    karena kalau memang ini selalu setiap tahun,
    kok bisa??

    bukankan hanya seekor keledai yang bodoh yang terjatuh di lubang yang sama?

    aku miris banget deh denger ini, dan baca ini…! SEDIH!

    Balas
  8. sahrudin berkata:
    28 September 2006 pukul 12:43

    …asap ada, tentu karena api.

    Balas
  9. tukang kebon berkata:
    28 September 2006 pukul 13:40

    lama lama malah sekedar dianggap angin eh ‘asap’ lalu ajah sama pemerintah. jan angel tenan

    Balas
  10. melinda panggabean berkata:
    8 Januari 2007 pukul 11:38

    Tolong informasikan apabila ada lowongan pekerjaan di banjarmasin.
    Besar harapan dan cita-cita saya untuk dapat bekerja di banjarmasin.
    Nama saya melinda panggabean, 24 tahun, D3 Administrasi niaga Politeknik Negeri Bandung (Politeknik ITB)
    Atas bantuan dan perhatiannya, saya ucapkan banyak terima kasih.
    Email saya : melin_chantique@yahoo.com
    Telp: 085624167332

    Balas
  11. melinda panggabean berkata:
    8 Januari 2007 pukul 11:41

    tolong informasikan lowongan kerja di banjarmasin.
    besar harapan dan cita-cita saya untuk dapat bekerja di banjarmasin.
    Nama: Melinda
    Email: melin_chantique@yahoo.com
    Telp: 085624167332

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

About

 

WinDede a.k.a Erwin D. Nugroho.

Anak kampung dari pelosok Kalimantan, bermukim dan beraktivitas di belantara Jakarta. Selain menulis dan memotret, jalan-jalan adalah kegemarannya yang lain.

My Book

My Youtube

https://youtu.be/zE0ioByYHhs

My Instagram

Sesi foto keluarga, biar ada kenangannya... #eeeaa Sesi foto keluarga, biar ada kenangannya... #eeeaaaa
Si bungsu udah macam anak tunggal... Si bungsu udah macam anak tunggal...
Sesi foto tiga generasi... Sesi foto tiga generasi...
Baru terima nih official photos dari graduation du Baru terima nih official photos dari graduation dua pekan yg lalu. Harus diposting dong yak, hahaha...
Terima kasih Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefudd Terima kasih Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc.
Bersama Dekan Fakultas Hukum UAI Dr. Yusup Hidayat Bersama Dekan Fakultas Hukum UAI Dr. Yusup Hidayat, S.Ag., M.H.
Sekali-sekali dapat predikat tertinggi selain ukur Sekali-sekali dapat predikat tertinggi selain ukuran badan hehe 😁
Alumni FH UAI angkatan 2018 👨‍🎓👩‍🎓 Alumni FH UAI angkatan 2018 👨‍🎓👩‍🎓
Alhamdulillah... Alhamdulillah...
Load More Follow on Instagram

Arsip Blog

Posting Terakhir

  • Liburan Tipis-Tipis ke Singapura (2): Semakin Ramah bagi Turis Muslim
  • Liburan Tipis-Tipis ke Singapura (1): Tiket Pesawat Lebih Murah ketimbang Rute Domestik
  • Ogi, Amtenar Aktivis
  • Uji Bebas Covid-19
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (4): Bebas Ngebut di Jerman, Taat Speed Limit di Prancis dan Belanda
  • Nyetir Sendiri Keliling Eropa (3): Semua Urusan Dikelola Mesin, Bisa Curang Tapi Tetap Patuh
©2023 WINDEDE.com | Design: Newspaperly WordPress Theme