Hujan, langit gelap menjelang malam, nyetir sendiri dalam perjalanan dari kantor menuju rumah. Perut sudah mengerucut akibat puasa. Pandangan mulai remang-remang. Tapi… ada objek menarik di depan mata!
Sebuah truk mengangkut kayu gelondongan. Di atas tumpukan batang-batang kayu segar itu duduk jongkok beberapa orang buruh, mendekap tubuh dengan berselimut baju. Kesempatan hanya beberapa detik. Sebab mobil melaju pada kecepatan di atas 60 km per jam, sementara tinggal beberapa ratus meter lagi saya harus berbelok menuju rumah.
Masalahnya cukup rumit. Kamera Fuji FinePix S7000 saya tergeletak di jok belakang. Perlu waktu untuk menggapainya. Setelah berhasil diambil, kamera harus dikeluarkan dari tas pinggang. Proses ini memakan waktu dan konsentrasi, dan hanya mengandalkan tangan kiri karena tangan kanan harus tetap pegang stir.
Problem belum selesai. Kamera harus dihidupkan dengan tangan kanan, sehingga tangan kiri alih fungsi memegang stir. Karena pabrik memilih meletakkan tombol shuter di sebelah kanan, maka mau tak mau tangan kananlah yang terus dipergunakan. Pada proses yang belum selesai ini, konsentrasi tampaknya tumpah di tangan dan kamera. Otak agak lalai memberi komando kepada kaki. Akibatnya, injakan gas mengendur sehingga posisi truk menjauh.
Untuk beberapa saat, konsentrasi dialihkan untuk mengejar ketertinggalan.
Setelah mendekat, saya tidak serta-merta bisa memotret. Kamera ternyata di-set pada posisi modus malam. Setting harus diubah ke modus auto. Yeah, pada situasi darurat, auto milik pabrik harus diandalkan. Tak mungkin sempat mengatur ISO, diafragma maupun speed. Pokoknya, auto deh.
Klik? Belum! Saya harus menyalakan LCD karena selama ini memang lebih suka memotret dengan mengintip view finder. Syukurlah, jari-jari tangan kanan lumayan lihai bekerja sendiri. Sementara tangan kiri sibuk dengan stir dan sesekali memindah porseneling (hmmm… asyiknya kalau pakai mobil automatic).
Waktu semakin sempit karena saya harus berbelok. Tak mungkin melewati belokan demi mengejar truk karena beberapa menit lagi waktu berbuka puasa tiba. Saya harus menjepret sekarang juga, sebelum sampai di belokan rumah. Sempat terpikir untuk menggunakan setting multiple shot supaya bisa memotret secara continuous, sekali klik untuk beberapa frame. Tapi, waktu tak bisa ditoleransi.
Saya arahkan kamera di atas dashboard depan stir. Ternyata masih ada satu masalah lagi. Kaca depan dipenuhi air sehingga pandangan lumayan terganggu. Wiper dalam posisi on dan setiap hendak memotret, selalu melintang menyapu kaca. Bahkan dipasang slow pun tetap mengganggu.
Waktu tinggal beberapa detik lagi.
Wiper akhirnya saya off dengan harapan bulir air di kaca bisa bikin foto jadi lebih menarik. Tombol shuter saya pencet dengan tidak lagi menghiraukan angle, positioning maupun focusing. Apapun jadinya, jadilah.
Saya hanya dapat 4 frame sebelum akhirnya berbelok. Dari 4 frame itu 2 di antaranya shake alias bergoyang. Dua yang lain lumayan fokus meski tone-nya sedikit kacau (maklum, auto). Hmm… toh saya sangat puas dengan jepretan kali ini. Sebagai gambaran, jarak dari kantor ke rumah hanya 2 km, dan saya baru menemukan truk yang melaju kencang itu di setengah perjalanan.
Begitulah. Banyak objek menarik sering saya jumpai justru ketika sedang mengemudi. Dari beberapa pengalaman itu, saya lantas berpikir dua jalan keluar: berganti kamera dengan body yang lebih ramping, atau ke mana-mana dengan sopir.
Kayaknya saya akan memilih yang pertama. Sebab selain hobi motret, saya juga hobi nyetir… Janganlah mengorbankan hobi yang satu untuk hobi yang lain.
ceritanya dramatis bgt…
tp keren euy…
salut bgt…nyetir plus motret…