Selamat ulang tahun para serdadu! Hari ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, kalian diminta berbaris di lapangan, bergerak dalam satu komando, memanggul senjata di pundak dan beberapa di antara kalian diminta beratraksi yang aneh-aneh. Tahun lalu, dalam atraksi membakar diri, seorang kawan kalian mati sia-sia di lapangan upacara di Makasar, dengan ditonton ratusan pasang mata.
Pada masa yang lain kalian bisa saja dikirim ke pertempuran berdarah di Aceh sana. Ketika baku tembak terjadi dan warga sipil mati, kalian dituduh melanggar HAM, lantas layak dipecat oleh komandan — sementara pada saat bersamaan, sang komandan dianggap berprestasi di daerah konflik sehingga kepadanya diberi penghargaan sekaligus kenaikan pangkat.
Kalian para serdadu, dengan sepatu dan topi baja, juga gaji yang alakadarnya, adalah pejuang dalam pengertian sesungguhnya. Tahukah kalian, para komandan, lebih sering ngumpul dengan pengusaha, malak duitnya untuk dugem nanti malam. Tahukah kalian, bahkan para komandan, tak jarang memotong jatah prajurit untuk keperluan dirinya pribadi.
Itulah sebabnya, ketika menghalau para perusuh, atau masuk ke medan tempur, kalian seperti singa barbar yang haus mangsa. Senapan kalian mudah meletus oleh emosi yang menggelegak, pentungan berseliweran menghajar pengunjukrasa dan makian mengalir lancar dari mulut kalian yang lebih sering makan nasi tanpa lauk memadai — karena lauk yang sehat sudah dihabisi para komandan.
Selamat ulang tahun para serdadu. Hidup kalian memang dibuat susah supaya semangat berjuang terus tumbuh. Katanya, kalau hidup kalian dibuat enak, nanti prajurit kita lemah dan manja. Tunggu saja, kelak, kalau nasib kalian mujur dan naik pangkat jadi perwira, silakan kalian berpesta pora. Pada saat itu, gantian kalian yang menginjak-injak prajurit — yang tampaknya memang terlahir untuk bernasib kurang mujur.
Selamat ulang tahun serdadu.